Lihat ke Halaman Asli

Paelani Setia

Sosiologi

Alasan Kenapa FPI Tidak Sesukses Populisme Islam di Turki

Diperbarui: 2 Januari 2021   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok: CNN

Sejak 2017, Front Pembela Islam (FPI) menjadi ormas yang berpengaruh. Tidak tanggung-tanggung FPI bahkan bisa mengerahkan masyarakat untuk menggulingkan Ahok dan mendukung Prabowo-Sandi. Tapi FPI tidak memiliki pengaruh politik yang begitu besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Mungkin FPI hanya menjadi "tim hore" saja.

Pada pemilihan presiden 2014, dukungannya kepada Prabowo Subianto menandai dimulainya Front Pembela Islam (FPI) terjun ke politik praktis. Sejak itu, dalam peristiwa politik, FPI semakin terlihat. Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok patut berterima kasih kepada FPI atas popularitasnya saat ini. Ya, meskipun itu tidak memungkinkan.

Seperti kita ketahui, kasus Ahok membawa Habib Rizieq Shihab (HRS), FPI dan Imam Besarnya, ke puncak perdebatan politik nasional. Tanpa kesalahan Ahok, FPI hanya bisa disebut sebagai organisasi yang sering sweeping di bulan puasa dan hari raya natal.

Ketika Ahok digulingkan sebagai Gubernur DKI Jakarta, HRS dan FPI secara mengejutkan dan luar biasa mampu menggerakkan massa. Telah terjadi gelombang demonstrasi berturut-turut dalam sejarah. FPI berkali-kali berhasil memutihkan Monas.

Anehnya, setelah Anies Baswedan menang di Pilgub DKI Jakarta 2017, FPI justru tak mampu memengaruhi laju pemerintah secara signifikan. Masih dengan Pilpres 2019. Mereka tampil sebagai "tim hore" untuk mendukung dan mendorong pemilu saja.

Jika dibandingkan dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, FPI jelas jauh tertinggal. Bagaimana bisa? Kontras terlihat dimana NU dan Muhammadiyah bahkan mempengaruhi laju penentuan pemerintah.

Sebut saja soal beberapa pos kementerian yang disebut-sebut menjadi kuota untuk keduanya. Jika NU dianggap erat hubungannya dengan Menag, maka Muhammadiyah sering dikaitkan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud). Selain jabatan kementerian, kedua ormas yang akan bersaing dalam pemilihan presiden itu bahkan dinilai punya pengaruh.

Pertanyaannya, mengapa FPI tidak memiliki pengaruh politik seperti NU dan Muhammadiyah, dengan kapasitasnya yang mampu memobilisasi massa?

Borjuasi tidak mendukung FPI?

Vedi R. Hadiz memberikan penjelasan yang penting dan menarik untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam bukunya The Islamic Populism in Indonesia and the Middle East (2016). Hadiz menawarkan berbagai faktor yang membedakan mengapa gerakan populisme Islam di Indonesia tidak sesukses di Turki.

Pertama, di Indonesia dan Turki, basis massa populisme Islam berbeda. Di Turki gerakan populisme Islam di Indonesia didominasi oleh pekerja kerah biru, yaitu kelas menengah ke bawah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline