Instagram, Facebook, Whatsapp, Twitter, dan Youtube merupakan produk perkembangan teknologi informasi berbasis internet. Pengaruhnya sangat signifikan bagi masyarakat dunia, baik positif maupun negatif dalam berbagai kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan agama. Salah satunya berdampak bagi kehidupan beragama, yakni terhadap religiusitas masyarakat.
Di kota-kota besar, kita menyaksikan orang-orang yang ingin menjadi religius, tetapi jarang berbondong-bondong datang kepada ulama-ulama yang betul-betul otoritatif di bidangnya. Mereka seringkali lebih senang mengaji dengan ulama-ulama pendatang yang menarik dan dikenal melalui media sosial; termasuk belajar dari situs-situs keagamaan yang bertebaran di internet.
Hal tersebut, ditengarai akibat kemudahan dan kepraktisan dalam proses pembelajaran yang disediakan media sosial, termasuk mengkonstruksi kehidupan keagamaan masyarakat sekarang ini.
Lebih jauh, religiusitas hasil konstruksi media sosial ini menyisakan permasalahan, meskipun tidak selalu demikian. Getirnya, kebebasan berpendapat sebagai pondasi bermasyarakat menyebabkan setiap orang bisa menjadi narasumber persoalan keagamaan tanpa melalui proses seleksi yang melibatkan masyarakat luas atau institusi terkait.
Terlebih, tidak adanya proses introspeksi diri sendiri berkaitan dengan otoritas dan kompetensi terhadap materi-materi yang disampaikan seperti referensi atau sumber informasi menjadikan permasalahan ini pelik.
Getirnya lagi, pada sisi lain publik sebagai pengkonsumsi informasi keagamaan kesulitan menyaring informasi yang diterima apakah bersumber dari pihak yang memiliki otoritas, ataukah infromasi yang hanya sekedar opini, keyakinan pribadi, atau infromasi yang berdasarkan pada persepsi dan dugaan belaka.
Bahkan, bukan tidak mungkin informasi yang ada bukan berniat mengedukasi, mengklarifikasi, tetapi malah mengadu domba dan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Akibatnya, informasi dan pemberitaan publik soal keagamaan bisa saja dipenuhi hoaks yang dijadikan pondasi beragama, baik bagi diri sendiri, maupun bagi religiusitas orang lain.
Lantas, apa dampak dari adanya fenomena ini?
Disintegrasi hingga Radikalisme di Medsos
Permasalahan mengenai religiusitas di media sosial dapat dipengaruhi oleh hoaks dan post-truth. Keduanya sama-sama menampilkan diri melalui emosi, sensasi, dan provokasi yang menarik perhatian publik. Jika persoalan-persoalan keagamaan dibalut dengan praktik post-truth, maka akan sangat membahayakan kehidupan sosial-keberagamaan yang sudah banyak berdampak negatif bagi kerukunan umat beragama dan radikalisme.