Lihat ke Halaman Asli

Tembok Tuhan

Diperbarui: 10 Februari 2018   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Memilih mencintai dari pada dicintai adalah keputusan manusiawi
Karena masih mencari jawaban, apakah?
iya, apakah Hawa disana memikirkan juga?
Mungkinkah Hawa sudah menemukan buah baru yang meracuni dan membawa kematian?

Saat harus pergi karena perkataan Perempuan itu
Teguh sekali dengan keyakinan akan perkataan yang mendengung hingga menguraikan air mata dan berujung luka batin.
Entah terukir dari apa hati yang keras ,
Mungkin Ilahi punya tujuan dengan keteguhan ini

Remuknya hati karena kehilangan keluarga bukan akhir dari segalanya.
Ada tangan-tangan terbuka yang akan memeluk.
Hanya waktu yang akan memudarkan keresahan hari-hari oleh karena Hawa.
Tembok itu tidak akan runtuh, mungkin dia adalah dari Tuhan.

Jakarta, 10-02-2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline