Lihat ke Halaman Asli

Setiyo Bardono

TERVERIFIKASI

Staf Kurang Ahli

Di Era Digital, Swedia Terapkan Pembelajaran Tradisional

Diperbarui: 15 Januari 2025   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pembelajaran di sekolah (Sumber: pixabay.com/tanrca)

Di tengah masifnya perkembangan teknologi, pemerintah Swedia justru memilih mewajibkan anak di bawah usia 6 tahun untuk kembali memakai buku cetak dan mengerjakan tugas dengan tulis tangan. Kebijakan pembelajaran tradisional ini seakan bertolak belakang dengan banyak negara yang gencar melakukan tranformasi digital di semua lini kehidupan.

Kebijakan pemerintah Swedia ini saya ketahui saat Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Prof. Daniel Murdiyarso memberikan kata sambutan dalam seminar Nasional "Semikonduktor dan AI sebagai Penggerak Revolusi Teknologi Masa Depan" yang digelar secara hibrida pada Rabu, 15 Januari 2025.

Seminar ini menghadirkan pembicara kunci yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto; Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Satryo S. Brodjonegoro; dan narasumber lainnya.

Sebelumnya Prof. Daniel menyampaikan tantangan dalam pengembangan semikonduktor dan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, salah satunya adalah sumber daya manusia dan etika pemanfaatan AI.

Ia juga menyinggung mengenai kebijakan Pemerintah Swedia yang meminta sekolah-sekolah menggunakan buku cetak. Prof. Daniel menyampaikan bahwa ia sempat bertanya pada AI mengapa Pemerintahan Swedia menerapkan kebijakan tersebut.

"Saat bertanya pada AI, disebutkan ada distorsi yang diamati sehingga ada banyak kerugian ketimbang manfaat dari AI yang diindentifikasi saat ini," tuturnya.

Kebijakan pendidikan di Swedia ini menekankan pentingnya literasi dan pembelajaran klasik. Selain itu kebijakan ini untuk mengurangi ketergantungan anak-anak pada teknologi digital dalam proses belajar.

Mereka juga menganalisa manfaat mengembalikan buku di tengah-tengah proses belajar karena ada kemungkinan bahwa kemampuan membaca dan memahami teks itu berkurang dengan adanya teknologi AI.

Kedua, meningkatkan konsentrasi belajar. Hal ini karena indikasi bahwa dengan teknologi konsentrasi belajar menjadi buyar. Terakhir, yang menarik adalah untuk mengurangi stres.

Untuk itu, Prof. Daniel berharap ada diskusi yang melibatkan berbagai ahli karena AIPI selain memiliki komisi terkait engineering, rekayasa, dan ilmu pengetahuan dasar,  juga memiliki komisi budaya dan sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline