Lihat ke Halaman Asli

Setiyo Bardono

TERVERIFIKASI

Staf Kurang Ahli

Timun Cemas

Diperbarui: 12 Januari 2025   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seorang anak yang sedang cemas. (Sumber: pixabay.com)

Timun cemas meninggalkan negeri dongeng, melarikan diri ke dunia maya. Nasib perih dan pahit cerita menjelma raksasa yang siap menelannya.

Puluhan tahun, raksasa itu menahan lapar, kisah ibunya dengan linangan airmata. Ada janji yang harus ditunaikan, ada kehidupan yang semestinya dipertahankan.

Hiruk pikuk dunia maya akan menyelamatkannya dari kejaran raksasa. Ia bisa segesit rusa berlari di layar datar, raksasa yang memburu hanya akan mendapat kabar burung belang kaki.

Namun kenyataan kadang tak seindah impian, sang raksasa terus mengejarnya dengan penuh keberingasan. Ia pun menggantungkan harapan pada empat kantong bekal pemberian seorang pertapa di tepi hutan.

Ia berlari sambil menebar sekantong bebijian, tangan-tangan lain melakukan hal yang sama, menumbuhkan belukar kata yang tak terasa melukai kaki dan tangan percakapan.

Ia berlari seraya menyebar jarum-jarum tajam, jari-jemari entah siapa menyebarkan benda serupa, kata-kata perlahan meruncingkan perdebatan.

Ia berlari sembari menebar butiran-butiran garam, tangan-tangan lain mengikuti tindakannya, menjelmalah lautan keriuhan yang lambat laun menenggelamkan kesadaran dan kewarasan.

Ia berlari sekalian melempar bongkahan terasi, jari-jemari entah siapa mengikuti jejaknya, bermunculan lubang-lubang hitam yang membuat tubuh-tubuh limbung jatuh kehilangan kepercayaan.

Ia berlari dan terus berlari, tanpa kehendak untuk sejenak menepi, tanpa menyadari raksasa yang mengejarnya telah menguasai jiwa dan merasuki hati.

Depok, 22 Juli 2023

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline