Lihat ke Halaman Asli

Setiyo Bardono

TERVERIFIKASI

Staf Kurang Ahli

Buku Rempah Rindu Soto Ibu, Sekuali Puisi Kuliner

Diperbarui: 23 November 2024   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampul buku Rempah Rindu Soto Ibu (Sumber: Setiyo)

Setelah melalui proses memasak yang cukup lama, akhirnya selesai juga proses penerbitan buku sekuali puisi kuliner berjudul "Rempah Rindu Soto Ibu". Buku terbitan Taresia yang berisi 84 puisi bertema kuliner ini merupakan buku antologi puisi ke-empat karya saya.

Sebelumnya, saya pernah menerbitkan tiga buku antologi puisi berjudul Mengering Basah (2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (2012). Sebagian besar dari buku-buku tersebut memuat puisi-puisi bertema kereta api.

Kali ini saya mencoba merangkum puisi-puisi bertema kuliner yang saya tulis dari rentang waktu tahun 2005-2024. Dalam buku antologi puisi kuliner ini, saya tak sepenuhnya meninggalkan tema seputar dunia kereta, karena ada beberapa puisi yang mengangkat tema kuliner di seputar stasiun kereta.

Saat mengolah puisi bertema kuliner, saya sudah mencoba sekuat daya untuk menyajikan menu puisi sebaik mungkin. Setiap kali menulis puisi tentang kuliner, saya sering teringat pada masakan ibu yang selalu mengundang rasa rindu. Maka puisi berjudul "Soto Ibu" saya pilih menjadi bagian dari judul buku ini.

"Meskipun diolah dari bahan seadanya, soto buatan ibu selalu istimewa. Mungkin karena diam-diam ada tetesan airmata yang jatuh ke dalam kuah sepanci hingga bumbu-bumbu membangkitkan ketulusan rasa cinta sejati."

Karena kuliner itu sangat tergantung pada selera dan penilaian pribadi, terselip kekhawatiran puisi-puisi yang saya sajikan dalam buku "Rempah Rindu Soto Ibu" mungkin bumbunya kurang lengkap, rasanya kurang pedas, kebanyakan garam, dan kekurangan lainnya.

Puisi-puisi yang saya tulis lebih banyak berdasarkan pengalaman yang saya rasakan saat menikmati menu kuliner, meskipun menuliskannya sering di waktu yang berbeda. Namun ada juga menu masakan dalam buku puisi ini yang belum pernah saya cicipi atau nikmati, namun saya mencoba menuliskannya untuk mensikapi sebuah peristiwa atau kebutuhan sebuah tema.

Ketika menulis puisi bertema kuliner, saya bisa belajar berbagai hal tentang kehidupan. Misalnya bagaimana kita berperan dalam kehidupan sesuai porsinya, seperti bumbu atau rempah yang kehadirannya saling menguatkan bukan melemahkan, bagaimana garam selalu hadir secukupnya, bahan masakan yang perannya sangat kental yang tapi rela tak hadir saat dihidangkan di meja makan.  

Tak mudah menghimpun yang terserak dan menyatukannya dalam satu rasa: saling melengkapi bukan saling mengalahkan, saling menguatkan bukan saling melemahkan.

Dalam semangkuk soto, kita bisa mulai belajar menghargai semua peran dan pencapaian, tanpa terbersit kehendak untuk meniadakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline