Lihat ke Halaman Asli

Setiyo Bardono

TERVERIFIKASI

Staf Kurang Ahli

Ulat Beracun Menyebabkan Kematian? Yuk Simak Penjelasan Ilmiah dari LIPI

Diperbarui: 18 Desember 2017   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu jenis ulat berbulu. foto nationalgeographic.co.id

Kabar berantai di media sosial yang menyebutkan adanya ulat berbulu mematikan, sempat menghebohkan beberapa waktu lalu. Gigitan atau kontak langsung dengan ulat itu dikabarkan bisa menyebabkan kematian dalam waktu empat jam.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai informasi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.Yuk kita simak penjelasan ilmiah dari Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Hari Sutrisno di Kantor Pusat LIPI, Jakarta, pada Jumat (15/12/2017).

Hari Sutrisno mengatakan semua makhluk hidup memiliki strategi untuk mempertahankan diri dari pemangsa (predator). Ada beberapa jenis ulat tidak bisa bergerak cepat dan tidak memiliki insting untuk berlindung. Pertahanan ulat salah satunya dengan bulu-bulu di tubuhnya. Ada juga ulat yang memberi warning melalui warna tubuhnya agar predator tidak memangsanya.

Hari memaparkan ulat beracun secara sederhana adalah ulat yang minimal mempunyai satu atau lebih kelenjar racun dan mekanisme excresi serta alat untuk menginjeksi racun. Secara garis besar ulat beracun terbagi dalam dua kelompok, yaitu beracun aktif dan beracun pasif.

Ulat beracun pasif mempunyai kelenjar dan saluran racun, tetapi tidak mempunyai alat untuk menyuntikan venom (kelenjar racun). Karena itu burung bisa mati jika memakan ulat tersebut.

Sedangkan kelompok yang beracun aktif, selain mempunyai kelenjar racun juga dilengkapi alat untuk memasukan racun ke tubuh lawan/binatang lain. Misalnya ulat Limacodidae.

Sifat racun pada ulat, lanjut Hari, hanya menyebabkan iritasi pada kulit. Ulat beracun tidak menyebabkan kematian manusia dalam keadaan normal. Berbeda dengan racun dari hewan lain seperti kalajengking. "Belum ada riset yang menyebutkan bahwa racun ulat bisa merusak syaraf," ungkap Hari.

Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, Hari Sutrisno saat memaparkan karateristik ulat berberacun dan penanganannya. Dokumentasi pribadi

Pada kesempatan tersebut, Hari memaparkan karakteristik beberapa macam bulu atau duri dari ulat yang mengandung racun penyebab rasa sakit. Pertama, bulu-bulu normal yang biasanya terdapat pada ulat Noctuidae dan Arctiidae. Bulu-bulu yang halus mudah putus ujungnya dan akan masuk ke dalam kulit manusia bila terjadi kontak langsung. Bulu ini bisa menyebabkan rasa sakit.

Bulu-bulu dengan struktur khusus pada ujungnya, biasanya terdapat pada ulat Lasiocampidae yang banyak ditemukan di daerah tropis. Bulunya agak tebal berbeda dalam ukuran panjangnya dan pangkal yang tumpul dan menebal. Ujung yang tajam menyerupai mata gergaji yang menyebabkan rasa sakit luar biasa bila mengenai kulit manusia.

Bulu dengan dasar lancip biasanya ada pada tubuh ulat Lymantriidae yang pernah menyerang daerah Jawa Timur (Probolinggo) dan menyebabkan kejadian luar biasa (KLB). Ulat dalam kelompok ini ada lebih dari 300 spesies. Bulu pada ulat Lymantriidae lebat dan panjang, serta bisa menyebabkan iritasi pada kulit.

Sementara, duri beracun biasanya terdapat pada ulat Limacodidae. Duri ini mempunyai ukuran panjang dan lebar yang lebih luas dibanding bulu-bulu yang terdapat pada ketiga tipe sebelumnya. Ujung duri ini biasanya sangat lancip dan tajam menyerupai jarum suntik. Ulat jenis ini akan menyuntikan durinya yang berbisa ke dalam organisme yang menyentuhnya atau menggangunya dengan cara kontak langsung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline