[caption caption="Foto Atapers sewaktu masih eksis"][/caption]
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani menyebutkan meski berjalan perlahan, program pemerintahan Jokowi melalui revolusi mental mampu mengubah pola pikir masyarakat Indonesia saat ini. Perubahan itu antara lain kebiasaan orang-orang menaiki atap kereta sudah mulai hilang.
Berita yang termuat di Kompas.com Jumat, 19 Februari 2016 dengan judul Hilangnya "Atapers" Disebut Puan Jadi Bukti Sukses Revolusi Mental itu menjadi perbicangan hangat oleh para pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) di media sosial. Atapers adalah sebutan di kalangan pengguna KRL (Roker) untuk penumpang yang suka naik di atap kereta.
Atapers merupakan fenomena unik di KRL Jabodetabek yang terjadi selama belasan tahun. Kurangnya armada KRL Ekonomi waktu itu membuat sebagian penumpang memilih naik di atas atap kereta. Agar mencapai tempat tujuan, di saat-saat jam sibuk, Atapers berani menantang maut. Karena banyaknya penumpang yang duduk memenuhi atap kereta, jika dilihat dari angkasa KRL seperti ulat bulu yang berjalan.
PT KAI sebagai operator KRL Jabodetabek melakukan banyak upaya agar bisa menertibkan Atapers. Sejak KAI di bawah kepemimpinan Ronny Wahyudi (2005-2009) bahkan mungkin sebelumnya, berbagai upaya tak membuat Atapers jera. Baru di era kepemimpinan Ignasius Jonan (2009-2014) penertiban Atapers perlahan membuahkan hasil.
Menertibkan Atapers memang tidak semudah membalikkan tiket kereta. Meskipun banyak korban berjatuhan akibat tersengat listrik, para Atapers tidak jera. Apalagi sekedar himbauan atau peringatan berupa spanduk maupun poster selebaran bergambar seram. Begitu juga dengan semprotan air berisi cairan berwarna, pemasangan paku di atap kereta hingga pemasangan kawat berduri di peron stasiun.
Pemasangan bola-bola beton, alat penampar, hingga penempatan alat penyemprot secara permanen tak juga menyurutkan nyali Atapers. Selain pemasangan beragam peralatan halang rintang, PT KAI juga mengerahkan petugas keamanan untuk menghalau Atapers. Bahkan Grup Marawis pun didatangkan untuk ikut memberi pencerahan agar penumpang bisa tertib dan tidak naik atap kereta.
Akhirnya perubahan sistem dan penerapan teknologi membuat Atapers perlahan menghilang. Sterilisasi stasiun membuat para penumpang tidak lagi bisa masuk stasiun melalui jalan tikus. Pergantian seluruh rangkaian KRL Ekonomi menjadi KRL berAC pada pertengahan 2013 juga membawa andil besar terhadap hilangnya Atapers. Kebijakan operator untuk tidak menjalankan KRL jika pintu kereta tidak tertutup sempurna membuat penumpang KRL semakin tertib.
Penerapan tiket elektronik juga mengubah perilaku dan budaya pengguna kereta. Penumpang perlahan mulai belajar antri saat mau masuk dan keluar dari stasiun. Mereka tidak lagi seenaknya keluar stasiun melalui jalan ilegal karena beresiko terkena pinalti atau dengan suplisi. Jadwal kedatangan KRL yang mulai rutin dan kondisi kereta yang lebih nyaman membuat penumpang lebih betah berada di dalam kereta.
Mudahnya mengakses informasi maupun jadwal KRL baik membuat penumpang lebih mudah merencanakan perjalanan. Perkembangan dan penerapan informasi teknologi memang banyak mengubah wajah dunia, begitu juga perkeretaapian di Indonesia.
Begitulah, hingga di era pemerintahan Jokowi-JK, "Kereta Revolusi Mental" datang dengan roda berderak penuh semangat: Kerja, Kerja, Kerja.