Sebentang tanggul mengelilingi sebuah desa yang gemah ripah loh jinawi dengan segenap misterinya. Tapi, jangan menyamakan tanggul itu dengan gundukan tanah yang membentang di tepian kali atau mengepung pintu waduk. Ketika memasuki desa itu, orang awam tak akan menyangka bahwa tubuhnya telah menembus semacam tembok besar. Hanya kepekaan mata batin yang bisa melihat semacam selaput tebal dimana tubuh akan disergap dingin ketika melintasinya. Serupa menembus kaca akuarium tebal, dimana bukan hanya mata yang bisa leluasa menikmati keindahan sebuah taman rekaan tempat ikan-ikan berenang riang.
Syahdan, hanya dengan usapan tangan, seorang pengembara sakti telah membekukan sebidang angin menjadi semacam tanggul panjang mengular. Tanggul itu dibuat untuk menjaga desa tersebut dari serbuan perampok-perampok yang silih berganti menjarah kekayaan alamnya.
Entah datang dari sudut mana, pengembara sakti itu tiba-tiba muncul. Hempasan sebelah tangan disertai kibaran jubah putih, membuat perampok-perampok itu lari tunggang-langgang. Tapi pengembara tetaplah pengembara yang akan terus berkelana, walaupun dibujuk oleh seluruh penduduk desa untuk menetap. Bahkan seorang perempuan kembang desa telah dipersiapkan untuk menjadi pendampingnya. Namun, pengembara sakti itu tetap kukuh dengan jalan pengembaraannya.
Sebelum melangkah pergi, kecemasan seluruh warga dibentenginya dengan sebidang tanggul dari angin. Penduduk desa menyebutnya sebagai Tanggul Angin. Bahkan desa itu kemudian lebih dikenal sebagai desa Tanggul Angin. Setiap kali melintasi Tanggul Angin, niat sejahat apapun bisa luruh. Jiwa yang panas membara menjadi dingin seketika. Hingga seperti yang telah digariskan semesta, penduduk desa Tanggul Angin hidup makmur damai sejahtera.
Serpihan ranting pohon yang dilempar tangan kanak-kanak bisa tumbuh menjadi tanaman dengan kesuburan yang tak terkira. Kubangan besar dibalik permukaan tanah menyimpan cairan senilai kuning emas yang menghampar sebernas pepadian di musim panen raya. Lumbung kemakmuran yang tak akan habis dicerna selama naluri kebijaksaan menaungi desa Tanggul Angin.
Kemakmuran desa Tanggul Angin menjadi cerita yang menyebar ke seluruh penjuru negeri. Berbondong-bondong orang datang, sekedar singgah maupun menetap. Niat baik selalu bisa diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk desa. Sementara niat jahat luruh ketika melintasi Tanggul Angin. Karena itu, walaupun penduduk semakin bertambah, kemakmuran seakan mengalir tak kenal lelah dan tak lupa menyapa wilayah-wilayah di sekitarnya.
Kalangan istana ternyata ikut terpukau mendengar kemakmuran wilayah desa Tanggul Angin. Apalagi setiap kali mendengar kekayaan yang melimpah ruah di balik permukaan tanahnya. Akhirnya, para petinggi kerajaan berlomba-lomba menanamkan pengaruhnya.
Tapi nafsu menguasai yang bergemuruh sepanjang perjalanan, luruh begitu saja setiap kali melintasi Tanggul Angin. Nafsu tunduk dalam pesona kearifan alam. Jiwa terpukau dipeluk keindahan taman. Kesadaran tersihir, segala rencana jahat menyingkir.
Ketika roda kereta yang ditumpangi mereka kembali memasuki istana, semua kembali seperti semula. Nafsu menguasai kembali bertahta. Tapi segala usaha hanya mengulang pengalaman serupa. Para petinggi kerajaan yang menolak untuk gagal dalam menjalani misinya memutar otak sedemikian rupa. Dalam keyakinan mereka, selalu ada celah untuk memasuki relung misteri desa Tanggul Angin.
-- oOo --
Malam pecah oleh tangis perempuan yang diusir penduduk desa tak jauh dari Tanggul Angin. Perempuan itu hamil karena diperkosa seorang pencoleng yang menyelinap memasuki desa. Namun bagi penduduk desa, kehamilan perempuan di luar pernikahan adalah aib besar. Bayi dalam kandungannya hanya akan menodai kesucian desa mereka. Tak punya pilihan, perempuan itu terseok meninggalkan desa dengan lelehan airmata yang tak henti membasahi gelap malam.