Lihat ke Halaman Asli

Johanes Sutanto

Penulis Pemula

Mengulik Makna Syariah di Pasar Modal Indonesia

Diperbarui: 1 Agustus 2017   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasar Modal Syariah (Foto: https://www.dream.co.id)

Secara konkret, penerapan prinsip syariah dalam pasar modal tentu saja merujuk pada Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW.

Pasar modal syariah di Indonesia tak terpisahkan dengan sistem pasar modal secara keseluruhan. Bedanya, pasar modal syariah hadir dengan nilai-nilai religiusitas dalam memahami uang dan kekayaan.

Pemahaman syariah dalam kontek pasar modal tentu merujuk pada kegiatan usaha yang jauh dari perjudian dan permainan yang tergolong judi, perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang atau jasa, perdagangan dengan penawaran atau permintaan palsu, bank berbasis bunga, perusahaan pembiayaan berbasis bunga, hingga jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional.

Tak hanya itu saja, kegiatan usaha pun harus jauh dari produksi, distribusi, perdagangan dan/atau penyediaan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI dan/atau barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat. Selanjutnya kegiatan usahanya pun tidak boleh berkaitan dengan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).

Secara konkret, penerapan prinsip syariah dalam pasar modal tentu saja merujuk pada Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, ilmu fiqih mengelaborasi soal muamalah yaitu hubungan di antara sesama manusia terkait perniagaan.

Pada 18 April 2001 silam Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) untuk pertama kalinya mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

Pengesahan UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada 7 Mei 2008 pun menjadi tonggak sejarah baru terkait gerak dan langkah pasar modal syariah.

Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Selanjutnya, pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.

Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat pun antusias untuk masuk pasar modal karena daya tarik pasar modal syariah. Tak ayal, selanjutnya muncul berbagai produk syariah seperti IPOT Syariah. Produk ini memiliki daya tarik sendiri bagi masyarakat yang ingin berinvestasi dan bertransaksi secara halal sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam.

IPOT Syariah adalah salah satu platform berinvestasi di pasar modal secara syariah karena telah mengikuti dasar peraturan pelaksanaan Fatwa Dewan Syariah Nasional sehingga memberikan fitur-fitur transaksi saham secara "halal".

Halal dalam hal ini dipahami sebagai transaksi pada saham-saham yang masuk di dalam DES (Daftar Efek Syariah), tidak mengandung "RIBA" karena limit transaksi hanya sebesar saldo kas nasabah dan terhindar dari "BA'I AL-MA'DUM" (menjual yang bukan miliknya) karena di IPOT Syariah tidak diperkenankan untuk melakukan short-selling. Secara sederhana, prinsip-prinsip syariah tentu tak lepas dari larangan riba, perjudian, spekulasi dan sebagainya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline