Lihat ke Halaman Asli

Sesilia Leluni Malera

Universitas Lambung Mangkurat

Penginderaan Jauh dalam Konteks Geospasial dan Perlunya Pemimpin Berpengetahuan Geospasial

Diperbarui: 30 April 2024   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

1. Paradigma baru geospasial 

Paradigma baru geospasial terminologi geospasial saat ini semakin bermakna luas dan mempunyai keterkaitan erat antar ilmu disiplin satu dengan lainnya geospasial dalam arti terbatas bermakna "sesuatu" yang berkaitan dengan lokasi geografis dan karakteristik alamiah maupun objek terkonstruksi serta batas-batas yang ada di permukaan, di atas, dan di bawah permukaan. 

Dalam Undang - Undang nomor 4 tahun 2021 dijelaskan bahwa geospasial adalah sifat keruangan yang mempunyai atau menunjukkan posisi atau lokasi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah pada atau di atas permukaan bumi dengan posisi keberadaannya mengacu pada sistem koordinat nasional. 

Dan menurut Hagget (1978), arti "geo" pada geospasial bermakna geosfer (atmosfer), litosfer (lapisan kulit bumi), pedosfer (tanah beserta pembentukannya), biosfer (segenap unsur di permukaan bumi yang membuat kehidupan dan prosesnya), hidrosfer (lapisan air yang menutupi permukaan bumi misal danau, sungai, laut), dan antroposfer, (manusia dengan segala aktivitasnya). 

Definisi-definisi tersebut digabung dan bermakna luas karena tidak hanya sifat fisik yang diamati dianalisis, diidentifikasikan, dan divisualisasikan tetapi juga sifat atau aspek lain seperti sosial budaya, kebiasaan serta hal-hal lain yang bersifat non fisik.

Saat ini kesadaran akan pentingnya data dan informasi geospasial sudah mulai terbangun sejak terjadinya gempa dan tsunami yang melanda Aceh dan wilayah pada tahun 2004. Kesadaran geospasial semakin bermunculan pada sebagian besar individu di instansi terkait seperti pemerintah, organisasi masyarakat, lembaga non pemerintah, dan kelompok masyarakat lainnya termasuk komunitas pendidikan. 

Indonesia adalah negeri yang kaya akan bencana hal ini merupakan salah satu bagaimana meteorologis topografis dan aspek-aspek lainnya hingga munculnya kesadaran bencana. (Distater awareness) (wikantika, 2005). Kesadaran bencana dan kesadaran geospasial mendorong dan meinovasi setiap individu untuk saling berinteraksi, berbagi dan bekerja sama dalam hal pengetahuan dan teknologi geospasial.

2. Penginderaan jauh dan undang-undang informasi 

Geospasial dengan adanya undang-undang yang berkaitan dengan informasi geospasial yaitu undang-undang informasi geospasial UU nomor 4 tahun 2011 maka semakin jelas peran teknologi penginderaan jauh di Indonesia undang-undang ini secara tegas mengatur penyelenggaraan dan penyelenggaraan informasi geospasial dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT).

Kegiatan penyusunan IGT dapat dilakukan oleh badan pemerintahan bahkan oleh perorangan hal ini sangat sesuai dengan dinamika pengumpulan data geospasial dengan teknologi penginderaan jauh teknologi penginderaan jauh mempunyai kemampuan secara temporal untuk merekam fenomena perubahan terhadap objek yang diamati terutama untuk produk penginderaan jauh yang mempunyai resolusi spesial spasial menengah dan kecil.

Sedangkan penyelenggaraan kegiatan pengumpulan IGT dapat menggunakan wahana darat, air, udara, dan ruang angkasa (satelit). Penyelenggaraan ini wajib dapat izin jika menggunakan wahana selain satelit, ini berarti memberikan keuntungan positif bagi para peneliti, badan swasta, perorangan dalam melakukan kegiatan karena sampai saat ini data penginderaan jauh yang ada sebagian besar dikumpulkan dari perekaman wahana satelit. Badan informasi geospasial (BIG) akan dapat banyak masukan dalam melakukan pengumpulan data geospasial melalui teknologi penginderaan jauh. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline