Lihat ke Halaman Asli

Sesarius SatrioRizky

Mahasiswa IBN ( Institut Bisnis Nusantara ) Pulomas

13 Bom Di Jakarta, Film Apik 2023

Diperbarui: 21 Oktober 2024   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Film 13 Bom di Jakarta adalah sebuah film laga mata-mata Indonesia tahun 2023 yang disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko dan ditulis olehnya bersama M. Irfan Ramli.

Pemeran film ini adalah Chicco Kurniawan sebagai Oscar, Ardhito Pramono sebagai William, Lutesha sebagai Agnes, Rio Dewanto sebagai Arok, Putri Ayudya sebagai Karin, Ganindra Bimo sebagai Emil, Niken Anjani sebagai Gita, Rukman Rosadi sebagai Damaskus, Muhammad Khan sebagai Waluyo, Andri Mashadi sebagai Fajar, dan Aksara Dena sebagai Malik.

Film 13 Bom di Jakarta menceritakan tentang teror sekumpulan teroris yang ingin menyerang Jakarta, ibukota Indonesia. Serangan 13 Bom ini akan menghancurkan kota dan menimbulkan banyak korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya.

Badan Intelijen Negara (BIN) mendapatkan kabar tentang rencana bom tersebut, dan mereka langsung bertindak dengan membuat tim agen rahasia. Tim agen rahasia tersebut dipimpin oleh Emil (Ganindra Bimo), seorang agen BIN yang berpengalaman.

Banyak orang yang mati kelaparan karena dimiskinkan secara sistemik malam ini akan menjadi mimpi buruk bagi kekuasaan dan akhir dari sistem yang korup kita harus membalasnya dua kali lebih daripada itu.

Harus diakui film garapan sutradara Angga Dwimas Sasongko yang sebelumnya dikenal dengan Filosofi Kopi (2015) hingga Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (2020), menjadi film laga Indonesia dengan intensitas tinggi. Ritme dan ketegangan berhasil dibangun dari awal film.

Predikat film laga yang tersemat pada 13 Bom di Jakarta juga didukung oleh visual efek dan score musik yang disusun secara apik, membangun kesan elegan dalam film ini. Performa Rio Dewanto yang sebelumnya juga berkolaborasi dengan Angga Dwimas Sasongko di Filosofi Kopi, terlihat sangat menonjol sebagai Gani. Begitu pula dengan koreo aksi pertarungan, tembak-tembakan, hingga kejar-kejaran mobil yang berhasil dieksekusi dengan baik.

Hanya saja, harus diakui beberapa narasi dalam film terkesan mengada-ada dan berujung konyol, khususnya bagi penonton yang berusaha mencerna film dengan rasional dan masuk akal. Beberapa adegan terkesan dipaksakan, hanya untuk mendukung intensitas aksi dalam film.

Misalnya, ketika duo founder Indodax yang justru memilih untuk kabur dari badan antiterorisme dan berusaha mengungkap sendiri jaringan teroris Gani. Terkesan mengada-ada, dua warga sipil yang tidak memiliki pasukan, justru menolak berkolaborasi dengan aparat yang memiliki sumber daya lebih dalam penegakan hukum.

Lalu ketika keduanya berusaha mencari jalur internet aman, justru memilih warnet umum. Padahal ahli komputer yang bisa menghentikan coding malaware seperti di akhir film, seharusnya tidak perlu susah-susah mencari jaringan aman berujung pada tempat umum.

Begitu pula ketika Agnes (Lutesha Sadhewa) mencari jalur aman untuk menghubungi agen Karin (Putri Ayudya) jalur aman untuk menelepon polisi? bukannya hanya tinggal ke kantor polisi untuk menghubungi aparat, justru memilih membeli telepon dari bandar gelap. Adegan yang menunjukkan inkompetensi kepolisian juga membuat penonton hanya bisa geleng-geleng kepala, sambil menikmati adegan laga dalam film.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline