Aku, tersingkir jatuh dan kalah
Dari sebuah perih yang kubangun dan kutanak
Tak bisa menadah atas kehilanganku ini
Sebab jemariku masih bergelayut dirimpang akar “Junjunganku”
Embun yang rintik menitis
Membelai setiap kata ”Tuhan”,
Membersitkan wajahNya, jika kepatuhanku ini adalah doa
Saatnya aku bangun dan berziarah kepada Khalik
Lonceng kematian telah menabuhkan satu kali dentang
Untuk setiap setai nafas, walau selaksa tapak ini terajam duri
Aku tak akan kehilangan lagi, kala sungai meringis dicelah – celah batu