Kucium harum senja di atas ayunan layung
setelah seharian lenganku menebah gelombang
hingga tetes peluh merampai segugus kujur
terlupa aku dengan perut yang sekuntum bulur
demi secarik mimpi yang labirin setandan gelebah mendera
sebab musim hanya siang dan malam, kutantang jera
pada ruas – ruas debu serandang setai merubung jalanku
mendedah setiap lorong sambil jiwaku berpuja – puji selawat
senja pun lingsir ke pundak ragu perjalanan
dengan menghitung hari yang terus berkelindan
seperti mengisahkan hari yang terus teriris