Dari bibir – bibir samudera, ketika kakiku kangkangi bumi ini
dengan sebilah pedang keadilan menghunus , untuk merobek selaksa matimu
tapi bukan untuk mengayunkan seribu luka yang pernah terucap
jika hanya lidah yang bertutur dengan serapah di batu nisan
Bila langit adalah kawanan hipotesis dengan menduga- duga mimpi
yang engkau raih di tebing – tebing yang runtuh sehabis amuk derau hujan
tanah - tanah merah tak menerima sekumpulan domba – domba dungu
yang hidup bersama picing mata di bukit tandus tepian ngarai
Selagi bisa bernafas dengan pekik halilintar dan mencoba raih kemenangan
aku tak pernah beranjang ke tepian senja yang penuh cinta dan duri
sebab aku berdiri dengan iga – iga terburai, kusuk menjeda doa- doa ampunanmu