Oleh : Serly Indri Fikriani (Mahasiswi Program Studi Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)
Berbagai aktivitas masih dibekukan dengan situasi dan kondisi saat ini. Pandemi yang masih terus saja mengalami peningkatan menjadi sumber dilema untuk melakukan pembenahan kondisi atau terperangkap dalam faktor pandemi. Adanya peningkatan kasus yang akhir akhir ini masih terus mencatat rekor rekor barunya, menjadi tantangan dalam upaya yang coba dilakukan berbagai pihak. Tentu, semua sektor turut terdampak akan hal ini, demikian juga dapat terlihat pada pendidikan.
Langkah awal dalam mencoba memperbaiki keadaan pendidikan ini justru tidak didukung dengan keadaan pandemi saat ini. Upaya sudah dijalankan, seperti dengan adanya survei di berbagai jenjang pendidikan untuk siap atau tidaknya pembelajaran secara tatap muka langsung dengan berbagai persyaratan yang ada. Bahkan beberapa sekolah di Jakarta sudah merencanakan untuk percobaan pembelajaran secara tatap muka langsung. Namun hal itu kembali menjadi wacana yang masih menunggu untuk direalisasikan.
Bukan hal baru di dunia pendidikan, percobaan tatap muka langsung yang menjadi angin segar dunia pendidikan, justru menjadi cluster baru penyebaran covid-19. Upaya perbaikan kondisi dengan langkah langkah yang terus dikejar ini lagi lagi dihadapkan pada peningkatan jumlah kasus. Adanya "gelombang kedua" ataupun gelombang kesekian kalinya penyebaran kasus pandemi di Indonesia ini, seakan menyadarkan bahwa penantian menyambut pembelajaran secara tatap muka langsung masih panjang. Dari hal tersebut, maka dapat dianalisis dengan menggunakan konsep yang membahas mengenai kurikulum dalam pandangan sosiologi.
Dalam lingkup pendidikan sendiri dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan informal. Pada situasi pandemi seperti ini, khususnya pendidikan formal yang merupakan tiang pertama pendidikan dengan pola berjenjang dari tingkatan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah sampai tingkatan Perguruan tinggi ini menjadi hal yang masih di eluh-eluhkan penangannnya.
Begitupun dengan pendidikan non formal sebagai pelengkap dari pendidikan formal juga tidak lepas dari dampaknya yang kurang lebih sama. Kebijakan pemerintah dengan berbagai visi misi penanganangan gencar diberitakan. Adanya aturan PSBB diawal pandemi dan saat ini ramai dipublikasikan PPKM sebagai sekian upaya yang telah dilakukan. Dari kebijakan tersebut maka merambat pada pendidikan dengan terbentuknya sistem pembelajaran daring.
Pendidikan tidak lepas dari keberadaan kurikulum, begitupun sebaliknya. Kurikulum dapat diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatanpembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu(Sihotang: 2020:49-50).
Pembentukan Kurikulum Darurat untuk menyiasati pendidikan di masa pandemi ini merupakan penyerderhanaan kompetensi dasar yang mengacu pada Kurikulum Nasional yaitu Kurikulum 2013 (Sanjaya,Rastini:2020:165-166). Kurikulum pendidikan non formal yang diciptakan juga menyesuaikan dengan keadaan pandemi saat ini. Media daring yang biasa dipakai untuk mendukung kegiatan pembelajaran seperti Zoom, Google Meet, WebEx, Skype, Google Classroom dan lain sebagainya menjadi penopang kurikulum pendidikan masa pandemi tetap berjalan.
Kebijakan Kurikulum Darurat yang dirancang oleh pemerintah ini digunakan sebagai opsi kurikulum untuk sekolah dalam menjalankan kegiatan pembelajaran. Di mana pemerintah memberikan tiga opsi, yaitu tetap memakai Kurikulum Nasional, memakai Kurikulum Darurat, atau memakai kurikulum yang telah disederhanakan secara mandiri oleh sekolah (Sanjaya,Rastini:2020:164).
Ekonomi coba dipulihkan, kondisi politik dikembangkan, namun dalam pendidikan masih berada di titik awal. Keadaan pandemi yang makin hari seharusnya terdengar berita baiknya justru sebaliknya. Data yang didapat dari JHU CSSE COVID-19 (2021) selama 14 hari terakhir (21 Juni-4 Juli) di Indonesia sendiri mencapai jumlah 294.175 kasus. Dari data tersebut menandakan sebuah kenyataan bahwa belajar daring masih akan tetap berlangsung. Namun terdapat salah satu upaya yang sudah dilakukan yaitu dengan pendataan kesiapan sekolah dalam menyambut pembelajaran secara tatap muka langsung.
Dikutip dari CNN Indonesia.com (2021) "total 432 ribu sekolah yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan, sebanyak 238 ribu sekolah sudah mengisi daftar periksa sebagai syarat pembelajaran tatap muka.Dari jumlah tersebut, 96 persen sekolah punya sarana cuci tangan dengan sabun, 86 persen memiliki desinfektan, 83 persen mampu mengakses fasilitas kesehatan, dan 77 persen memiliki cadangan masker.