Siapa yang tak kenal Astuti? Sosialita baru di Kampung Tirta Rejeki. Wajah cantik, kulit kuning langsat, body aduhai, dan penampilan glamour. Tutur kata Astuti halus dan lembut, membuat siapa pun tertarik dan jatuh hati padanya.
Namun, penampilan lahiriah yang katanya bernilai '90', tersimpan perangai yang kurang baik. Astuti adalah bandar arisan di Kampung Tirta Rejeki. Kerap ditunjuk jadi bendahara Arisan, tapi ujung-ujungnya uang kumpulan ibu-ibu di kampung itu dibawa lari.
Astuti dengan wajah tak bersalah dan menangis mengatakan kalau uang arisan itu dicopet. Saat dia hendak menyimpannya di bank. Ibu-ibu setempat pun hanya bisa berlapang dada, mengikhlaskan kepergian duit mereka.
Pagi itu, mentari bersinar cerah. Secerah hati Astuti. Tangan Astuti melambaikan ke arah, Mang Karya, tukang sayur keliling favourite ibu-ibu Kampung Tirta Rejeki.
"Mang! Sayur!" Teriak Astuti dari balik pagar rumahnya yang bercat biru muda.
Mang Karyo menghentikan gerobak sayurnya. Tepat di depan rumah Astuti.
"Belanja sayur, Bu," kata Mang Karya.
"Tidak, mau beli mobil. Yah, belanja sayur lah!" ketus Astuti.
Mang Karyo tersenyum. Salah tingkah dengan ucapannya Astuti.
"He ... he ... bu Astuti bisa aja," kata Mang Karyo.
Astuti tampak asik memilih sayur yang akan dibelinya. Tak lama, muncul Bu Ratih dan Bu Ika, ketiganya asik memilih sayur.