Lithium (Li) adalah satu unsur kimia di table periodik golongan 1A dengan pemanfaatan yang sangat luar biasa di zaman modern ini, khususnya dalam industri baterai. Baterai Lithium Ion sendiri sudah banyak dipakai di kehidupan sehari-hari, misalnya dalam telepon pintar, komputer jinjing, jam tangan, bahkan mobil listrik yang sedang digandrungi akhir-akhir ini juga menggunakan baterai berbasis Lithium-Ion.
Dalam baterai Li-Ion ini, terdapat suatu bahan bernama grafit yang digunakan sebagai anoda. Grafit sendiri sudah dikenal sebagai bahan yang berkapasitas tinggi dan dapat ditemui di banyak tempat. Namun, grafit memiliki beberapa kelemahan, misalnya, grafit tidak tahan dengan pemakaian arus yang tinggi, serta grafit dapat berkurang karena reaksi dengan molekul pelarut sehingga dapat mengurangi masa pemakaian elektroda yang nantinya juga menjadi faktor menurunnya masa pemakaian baterai.
Namun, beberapa tahun ke belakang, mulai mencuat suatu nama bahan yang dinilai dapat menggantikan grafit sebagai anoda baterai, bahkan digadang-gadang dapat menggantikan lithium itu sendiri. Bahan tersebut adalah graphene, yang disebut juga sebagai grafena.
Grafena sendiri adalah susunan karbon yang berbentuk lembaran tipis 2 dimensi, tersusun seperti sarang lebah, dan hanya memiliki ketebalan setebal 1 atom. Namun, karena ikatan antar atomnya sangat kuat, maka grafena disebut-sebut sebagai Vibranium di dunia nyata. Grafena mempunyai beberapa sifat umum, misalnya grafena jauh lebih kuat dibandingkan baja, namun tetap elastis.
Seperti yang sudah disinggung di latar belakang, grafina dapat menggantikan grafit di masa depan karena ikatan antar atomnya yang kuat, bahkan jarak antar atom-atom karbon yang berikatan membentuk grafena hanya sejauh 0,142 nm. Akibatnya, atom-atom yang saling berikatan ini memiliki kestabilan yang tinggi. Dan seperti grafit, grafena juga dapat menghantarkan listrik sehingga dapat menjadi opsi lain sebagai anoda ataupun katoda dari sebuah baterai.
Belakangan ini, beberapa penelitian telah dilakukan mengenai sifat superkonduktor pada grafena. Sebagai informasi, grafit sendiri adalah konduktor yang baik dan dalam strukturnya, setiap atom karbon terikat dengan 3 atom karbon yang lain dan menyisakan 1 elektron bebas. Namun, karena ikatannya tidak sekuat grafina, maka grafit mudah untuk hancur. Kembali ke grafina, sifat superkonduktor yang dimiliki grafina baru diketahui belakangan ini. Sebelumnya, para ilmuwan hanya bergantung pada cuprate, suatu material superkonduktor yang hanya dapat bekerja di suhu ekstrem. Sedangkan superkonduktor yang sangat dibutuhkan oleh manusia adalah superkonduktor yang dapat bekerja di suhu ruangan normal.
Tetapi, dengan adanya hasil penelitian dari sekelompok peneliti yang berasal dari MIT, kita dapat mengetahui bahwa grafina juga dapat bekerja menjadi superkonduktor yang lebih sederhana dibandingkan cuprate. Dari dasar inilah kita dapat berharap bahwa grafena dapat menjadi material penting di industri baterai di masa depan, karena sifat superkonduktor yang dapat mengalirkan listrik tanpa hambatan dapat membuat baterai berbasis grafena menjadi lebih tahan lama dan akan mengurangi limbah baterai Li-ion yang tidak terpakai.
Tidak hanya dari MIT, sekelompok peneliti lain dari University College London juga berhasil mengembangkan superkapasitor yang berbasis grafena. Dengan menggunakan desain tertentu, mereka dapat membuat elektroda grafena yang padat namun tetap bisa menyimpan muatan menjadi lebih efisien, dengan densitas energi yang tercatat mencapai angka 88,1 Wh/L, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan teknologi fast-charging komersial yang ada sekarang ini.
Namun, pengunaan grafena bukan tanpa halangan. Grafena sangat susah untuk diproduksi. Saat ditemukan oleh Andre Geim dan Konstantin Novoselov, grafena tidak langsung didapat dari satu atau dua kali proses, melainkan sampai dua puluh kali pengulangan. Grafena didapatkan dengan menggunakan suatu pita perekat untuk melepaskan selembaran tipis karbon dari grafit.
Proses ini dilakukan secara berulang-ulang hingga didapat lembaran yang sangat tipis yang dapat mereka temui. Inilah yang kemudian disebut sebagai grafena. Melihat susahnya cara untuk mendapatkan grafena, maka sangat masuk akal untuk berfikir bahwa produksi massal grafena sangat sulit dilakukan di masa ini, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri. Tapi, tidak menutup kemungkinan bahwa di masa depan, entah 10 atau 20 tahun mendatang, seiring dengan perkembangan teknologi, kita sudah bisa menikmati baterai berbasis grafena yang sudah mengalami komersialisasi.
Baterai Li-ion yang ada saat ini dapat berkembang menjadi lebih baik jika grafit yang ada di dalamnya digantikan oleh grafena, yang membuat distribusi dan densitas energinya menjadi jauh lebih baik, sehingga dapat membuat industri baterai menjadi lebih baik lagi dan tidak terlalu terbebani dengan permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah baterai. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa di masa depan nanti kita dapat menggunakan baterai yang bukan berasal dari lithium lagi, melainkan sepenuhnya terbuat dari grafena, mengingat keberadaan lithium juga terbatas.