Pada tahun 2018 Jokowi meluncurkan paket kebijakan terakhir yaitu paket ke-16 kebijakan ekonomi Jokowi. Paket kebijakan ekonomi XVI berisi tentang perluasan tax holiday, relaksasi daftar negatif investasi, dan peningkatan devisa hasil ekspor hasil sumber daya alam. Paket kebijakan ini merupakan salah satu gebrakan besar yang diusahakan pemerintah untuk masalah perizinan usaha. Salah satu implementasi kebijakan yang lahir dari paket kebijakan ekonomi XVI ini adalah diterapkannya pelayanan terpadu satu pintu atau disebut sebagai OSS (online single submission).
Paket kebijakan ekonomi XVI dikeluarkan sebagai upaya untuk mengurangi dampak pelemahan ekonomi yang terjadi pada 2018. Karena pada saat itu diprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2019 juga masih akan terus melambat. Hal ini disebabkan oleh kebijakan normalisasi moneter di Amerika yang masih berlanjut, kemudian munculnya potensi perang dagang Amerika Serikat dengan negara lain, dan komoditi utama di pasar dunia serta volatilitas harga minyak yang masih tinggi. Oleh sebab itu, Jokowi ingin membuka pintu investor dan munculnya usaha-usaha baru yang akan mendorong penguatan ekonomi dengan diterbitkannya paket kebijakan ekonomi XVI. Namun, alih-alih menjadi pintu besar yang akan membuka derasnya aliran investasi, justru paket kebijakan ekonomi XVI malah menjadi antiklimaks dengan diluncurkannya sistem OSS yang masih memiliki banyak kekurangan.
Ketika sistem Online Single Submission (OSS) diperkenalkan pada bulan Juni 2018, banyak pihak menyambutnya dengan antusias. OSS digadang-gadang sebagai solusi untuk menyederhanakan proses perizinan usaha di Indonesia. Dengan pendekatan digital, sistem ini diharapkan memangkas birokrasi yang berbelit-belit, menghemat waktu, dan meningkatkan transparansi. Namun, dalam implementasinya, OSS justru menghadapi berbagai masalah yang membuatnya tidak seefektif yang diharapkan.
Secara harfiah, Sistem Online Single Submission (OSS) adalah platform digital yang dirancang oleh pemerintah Indonesia untuk menyederhanakan proses perizinan usaha. One Single Submission (OSS) merupakan pelayanan terpadu satu pintu yang menyediakan sistem perizinan online yang terintegrasi (Sari, 2018). Tujuan dari sistem ini adalah untuk memudahkan dan mempercepat perizinan bisnis di Indonesia. Dengan adanya sistem ini, para pelaku usaha tidak perlu lagi melalui tahapan panjang dan berbelit-belit, cukup dengan mengakses web yang tersedia dan langsung dapat mengurus dimanapun dan kapanpun.
Sistem ini bertujuan mempercepat penerbitan izin, mengurangi potensi pungutan liar, dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan perizinan. Melalui OSS, pelaku usaha dapat memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berfungsi sebagai identitas legal untuk menjalankan kegiatan usaha. Selain itu, sistem ini terintegrasi dengan berbagai kementerian dan pemerintah daerah, sehingga proses perizinan di berbagai sektor dapat dilakukan secara terpusat.
Dibalik tawaran kemudahan dan efisiensi tersebut terdapat sejumlah permasalahan yang masih menjadi hambatan pengguna OSS. Dapat disimpulkan setidaknya 5 masalah utama sistem OSS. Pertama, peraturan yang berubah-ubah. Hal ini dibuktikan dengan ketika awal diberlakukannya OSS, mewajibkan perusahaan untuk menyesuaikan kegiatan usaha dalam anggaran dasarnya dengan KBLI 2017. Belum berjalan lewat 2 tahun, pemerintah kembali meluncurkan KBLI 2020 (Peraturan Badan Pusat Statistik Nomor 2 Tahun 2020) yang mana salah satu pasalnya yaitu pasal 4 menyatakan peraturan KBLI 2017 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Namun, masih ada beberapa lembaga yang tetap mengadopsi KBLI 2017. Adanya Inkonsistensi ini menyebabkan pelaku usaha menarik kembali niatnya karena melihat ketidakpastian hukum dan perlindungan terhadap bisnisnya.
Kedua, kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Dimana wewenang untuk mengelola OSS dan pengeluaran surat izin berusaha sepenuhnya dipegang oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya membantu penyelenggaraan. Hal ini bermasalah karena yang berurusan langsung dengan masyarakat adalah pemerintah daerah, dan pemda lebih tahu karakteristik dan permasalahan warganya. Dengan dilimpahkannya kekuasaan penuh kepada pusat mengenai pengelolaan sistem OSS, maka dapat menimbulkan kecurigaan terhadap data dan perizinan yang diberikan. Hal ini karena masyarakat semakin sulit untuk meminta transparansi mengenai pemberian izin berusaha yang dikeluarkan melalui OSS. Dari masyarakat ke pemerintah pusat tentu memiliki jarak atau gap yang cukup jauh. Berbeda jika wewenang itu diberikan langsung kepada pemerintah daerah, masyarakat tentunya dapat lebih leluasa meminta transparansi.
Ketiga, sumber daya manusia yang tidak memadai. Untuk menjalankan OSS secara efektif, pemerintah membutuhkan SDM yang mumpuni yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk mengatasi permasalahan-permasalahan teknis yang muncul. Pemerintah juga membutuhkan SDM kompeten untuk memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat terkait penggunaan OSS.
Keempat, adanya kesenjangan infrastruktur dan sumber daya manusia di masing-masing daerah di Indonesia. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki kesiapan infrastruktur dan SDM yang memadai untuk membantu menjalankan sistem OSS. Seperti misalnya, beberapa daerah di Indonesia masih memiliki kesulitan dalam mengakses jaringan internet. Daerah tersebut tentunya akan sangat kesulitan untuk menjalankan aplikasi OSS. Terakhir, yaitu masalah teknis, bahwa pada sistem OSS ini masih ditemukan banyak kecacatan seperti server yang seringkali penuh, banyaknya update versi aplikasi, hingga tampilan yang berubah-ubah. Hal ini cukup membingungkan pengguna dan juga menyebabkan antrian yang cukup panjang.
Itulah dia serangkaian problematika yang muncul pada penggunaan OSS di Indonesia. OSS memang langkah progresif dalam reformasi birokrasi Indonesia, tetapi implementasinya masih menghadapi tantangan besar. Jika masalah teknis, regulasi, dan sosial dapat diatasi, OSS memiliki potensi besar untuk menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan kompetitif. Pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mewujudkan sistem yang benar-benar efektif dan inklusif. Karena hanya dengan OSS yang berfungsi optimal, janji simplifikasi dapat terwujud tanpa berujung pada realita kompleksitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H