Debat pertama kandidat calon Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya oleh KPU kabupaten Tasikmalaya beberapa hari lalu, menyisakan beberapa catatan yang menjadi sorotan publik kota santri itu. Salah satunya adalah alasan subyektif dari KPU mengenai tidak ada satupun panelis yang berasal dari Tasikmalaya yakni merasa khawatir tidak akan netral dan ada keberpihakan kepada salah satu calon. Dengan alasan itu KPU lebih memilih panelis dari luar yang terdiri dari kalangan akademisi.
Alasan KPU tersebut selain dinilai subyektif juga terkesan meragukan kredibilitas kalangan akademisi Tasikmalaya. Menurut salah seorang akademisi Tasikmalaya, menilai sikap KPU tersebut ganjil, bahwa sosok akademisi adalah manusia yang mempunyai integritas dan kapabilitas teruji, dan itu banyak dimiliki oleh para akademisi di Tasikmalaya yang tidak hanya terkenal di tingkat lokal tapi terkenal di tingkat Nasional dan memiliki reputasi baik. Jadi alasan KPU kabupaten Tasikmalaya itu, dinilainya sebagai alasan yang meragukan intelektualitas para akademisi Tasikmalaya. Dan seolah-olah, para akademisi Tasikmalaya tidak bisa dipercaya oleh KPU untuk dilibatkan sebagai penelis dalam debat tersebut.
Kekhatiran itu adalah bentuk keraguan atas kemampuan seseorang. Maka kalau memang benar alasan KPU tersebut sebagai bentuk keraguan terhadap sikap lurus akademisi lokal, maka jelas itu sebagai bentuk pelecehan terhadap intelektualitas kalangan akademisi. Di Tasikmalaya banyak akademisi yang lurus dan diakui kredibilitasnya seperti Prof. Dr. H. Kartawan, S.E.,M.P., Prof. Dr. H. Rudi Priyadi, Ir., M.S., Dr. H. Kholis Mukhlis, M.Pd. dan Dr. Abdul Haris, M.Pd. Nama - nama tersebut tidak asing bagi masyarakat Tasikmalaya tapi mungkin asing bagi KPU kabupaten Tasikmalaya sehingga meragukannya. Salah satu bukti bahwa Tasikmalaya bisa melahirkan akademisi yang berintegritas dan sukses yakni Prof. Dr. Atip Latipulhayat, kini menjabat sebagai Wakil Menteri akademisi dan intelektual asli Tasikmalaya
Bahkan pemilihan panelis dari kalangan akademisi dari luar Tasikmalaya oleh KPU kabupaten Tasikmalaya dalam debat pertama kandidat Calon Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya itu, memunculkan juga praduga publik akan adanya kesepakatan subyektif. Hal itu sangat beralasan sekali, dimana jalannya debat pertama tersebut masih terkesan formalitas saja jauh dari esensi debat itu sendiri. termasuk materi pertanyaan yang dibuat panelis untuk para kandidat juga bersipat normatif saja. Sehingga materi pertanyaan tersebut belum mampu bisa menggali secara utuh ide gagasan dan pemikiran yang briliant dari para kandidat untuk membangun Tasikmalaya kedepan. Akhirnya tingkat kecerdasan SDM para kandidat sebagai calon pemimpin belum terlihat jelas oleh publik.
Lalu apakah dalam debat kedua nanti, KPU kabupaten Tasikmalaya masih sama memilih panelis dari luar dengan tetap berpegang pada alasan subyektifnya yakni Kekhawatiran akan kemampuan panelis asli Tasikmalaya ?. Sehingga debat hanya sebatas formalitas sebagai bagian dari melaksanakan tugasnya saja. Dan semoga mereka tidak lupa bahwa menjadi komisoner KPU itu adalah tidak terlepas dari jasa para akademisi lokal juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H