Setelah kemarin di Pemilu banyak ber-NU dadakan, kini ber-Aswaja di Pilkada mulai nampak kepermukaan. Begitu kuatnya daya tarik suara Nahdliyin dalam setiap kontestasi Politik dinegeri ini. Berlomba lomba menarik suara Nahdliyin dengan berbagai cara tidak terkecuali dengan berpura ber NU saat Pemilu dan ber-Aswaja disaat Pilkada. NU sebagai ormas Islam terbesar di negeri ini mempunyai kekuatan basis massa yang sangat besar dan tersebar dimana-mana . Makanya tidak heran yang bisa meraih suara Nahdliyin hampir bisa dipastikan menang dalam setiap kontestan Pemilu/Pilkada, walau ada juga yang kalah.
Walapun ada partai yang selalu mengaku ber-NU asli, tidak menjadikan jaminan warga NU manut dengan pilihan yang ditentukan partai tersebut. Justru warga NU lebih banyak memilih berpihak kepada partai Nasionalis. Selain kesadaran berpolitik warga NU semakin matang, juga tidak bisa dipungkiri akibat perseteruan partai yang mengaku berasal dari NU dengan Petinggi NU di pusat berpengaruh juga terhadap pilihan politik warga NU di daerah . Dan terbukti saat Pilpres kemarin.
Situasi tersebut dengan cerdik dilirik oleh calon calon kepala daerah di Pilkada serentak 2024 yang diusung oleh mayoritas partai nasionalis. Bahkan para calon tidak ragu ragu mendadak berNU dan ber-Aswaja demi kemenangan di Pilkada. Bahkan tidak sedikit calon kepala daerah yang berlatang belakang faham agamanya yang berbeda dengan warga NU berani terbuka melakukan ritual ibadah warga NU, seperti ikut Tahlilan, ikut Qunut Subuh, ikut Tawasulan bahkan sampai hapal diluar kepala Lagu Ya Lal Wathon yang padahal semua itu semua Pilkada dengan keras ritual ibadah warga NU itu Bid'ah.
Itulah politik selalu cerdik melirik setiap potensi yang akan menguntungkannya. Jadi berpura-pura dalam politik rupanya sudah menjadi Rukun Wajib berpolitik. Atau istilah penulis adalah Licik dan Munafik termasuk bagian dari Bid'ah dhalalah. Yakni sesat dan menyesatkan dan meruksak kemaslahatan demokrasi. Dan ini harus diwaspadai oleh warga NU di Pilkada serentak sekarang ini. Jangan sampai warga NU tertipu oleh pura-pura ber-NU dan ternista oleh yang pura-pura ber-Aswaja.
Maka pada Pilkada serentak warga NU harus lebih waspada dari para politisi yang nga ber-Aswaja yang hanya menjadi benalu di tubuh NU. Jadikan Pilkada serentak kali ini menjadikan Marwah NU semakin ber-mutu. Dan harus dibuktikan bahwa Suara warga NU tidak semurah pikiran mereka yang berpura ber-NU dan pura-pura ber-Aswaja. Sebab NU ada bukan untuk Pilkada. Tapi NU ada untuk kemaslahatan Bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H