Lihat ke Halaman Asli

septiya

jarang nulis lebih sering mengkhayal

Cerpen ǀ Pasar Anyar

Diperbarui: 10 Mei 2016   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: surabaya.panduanwisata.id

Belum juga suara adzan subuh terdengar dari masjid, Marni sudah terjaga dari tidurnya. Wanita lima puluh enam tahun ini sudah berkutat di dapur. Sepagi itu hampir semua masakannya sudah matang. Kegiatan seperti itu sudah dijalaninya lebih dari separuh hidupnya. Hal yang sudah menjadi rutinitasnya semenjak masih sekolah dulu.

Pardi, sang suami pun tidak kalah sibuknya. Lelaki berkumis itu sedari tadi sudah menata barang dagangan untuk dibawa ke pasar. Hari ini adalah Selasa pahing, hari pasaran untuk Pasar Pahing,  yang hanya berjarak kurang dari dua kilometer dari rumahnya. Mereka berdua berjualan bumbu-bumbu dapur di lapak berukuran dua kali dua meter. Pahing adalah dimana mereka akan buka lebih pagi karena hari pasaran itu pembeli akan lebih banyak dibanding hari lain.

Setelah sholat subuh mereka bersiap berangkat. Marni membangunkan Adi, anak bungsunya yang masih terlelap di kamar.

“Mas, ibu berangkat yo.” Seperti biasa, dengan mata yang masih setengah terpejam Adi bangun dan mencium tangan ibunya.

Tiba- tiba terdengar suara motor datang dan masuk ke halaman. Misno, adik Marni datang dengan wajah panik.

“Ayo Kang cepat… ke pasar..ayo. Mbakyu mana?” suara Misno terbata-bata.

“Lha kenapa to? Kamu kenapa kok kelihatan bingung?”

“Pasar kebakaran Kang…kobongan! Cepet Ayo!

Suara Misno terdengar sampai ke dalam. Marni segera keluar dari kamar Adi setengah berlari.

“Yang benar kamu Mis?” teriak Marni dari dalam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline