Lihat ke Halaman Asli

septiya

jarang nulis lebih sering mengkhayal

[FR] Aku, Bapak dan Ramadhan

Diperbarui: 14 Juli 2015   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

ilustrasi : www.bimbingan.org

Bapak yang sudah sejak sepuluh menit yang lalu berdiri di dekat pintu. Adzan isya belum juga berkumandang. Tapi bapak sudah rapi dengan baju koko warna hijau muda dengan peci hitam. Bukan mushola  yang akan ditujunya, melainkan sebuah masjid yang letaknya  jauhnya dua kali lipat jarak dari rumah ke mushola.

“Ayo naik cepet, keburu iqamah nanti.”

“Sebentar to, ini kuncinya susah.” Aku masih mengotak-atik kunci pintu yang susah.

Aku selalu membonceng bapak ketika akan berangkat tarawih ke masjid. Bukan motor, tapi sepeda onthel.

“Pak, kok kita nggak ke mushola aja to, kan lebih dekat.”

“Mau ibadah kok pakai mikir jauh apa dekat to Nduk.”

“Biar berangkatnya nggak buru-buru gini lho pak.”

“Semakin awal itu semakin baik, nanti sampai di masjid masih bisa sempat sholat tahiyatul masjid.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline