Lihat ke Halaman Asli

septiya

jarang nulis lebih sering mengkhayal

Kunci dari Key [1]

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14278642431396684278

Hanya terdiri dari lima karyawan. Tari, Zaky, Ditmar, Key, dan Pipit.  Kedai kecil yang berada di ujung jalan, buka sejak pukul sebelas siang sampai delapan malam. Tempatnya yang dekat dengan tiga kampus ternama di Yogyakarta membuat kedai ini sebagian besar pengunjungnya adalah mahasiswa. Memang mahasiswa adalah sasaran dari didirikannya kedai ini oleh Pak Rudi, lelaki empat puluh tahun yang lebih banyak menghabiskan waktunya di luar kota dibanding di kota tempat kedai ini berada.

Beliau hanya sebulan sekali datang untuk mengecek laporan keuangan dan kemajuan kedai yang dibangun dua tahun yang lalu itu. Dari kelima karyawan itu, hanya Zaky dan Tari yang asli Yogya, lainnya berasal dari kota lain yang sengaja ke Yogya untuk melanjutkan kuliah yang kemudian masih tetap bertahan di kota ini walaupun study mereka sudah selesai. Di kota ini, di kedai ini

Kedai ini menghadap ke selatan, di depannya adalah jalan yang lebih terkenal dengan nama selokan Mataram. Yah, karena jalan ini menyusuri pinggir selokan Mataram. Ketika pengunjung memasuki kedai ini hal yang dilihat pertama kali pastilah bar tempat Ditmar dan Zaky beraksi untuk membuat pesanan. Ditmar adalah barista di kedai ini, sementara Zaky membantunya. Di sebelah kanan dari bar itu ada sebuah pintu yang menghubungkan dengan dapur-tempat Key membuat mengolah makanan.

Pipit? Dia yang bertugas mengantarkan pesanan ke meja dengan senyum paling manis setiap harinya. Tari memiliki tempat khusus di sebelah kiri bar, duduk dengan sebuah computer di depannya, melayani pengunjung yang ingin menuntaskan kewajiban mereka setelah menikmati menu-menu yang disajikan – kasir sekaligus yang bertanggung jawab membuat laporan keuangan ke Pak Rudi.

Hari ini, Zaky datang pertama kali disusul oleh Pipit yang diantar tukang ojek langganan. Memasuki kedai, mereka segera memasang apron masing-masing. Pipit sibuk mengepel lantai dan mengelap meja. Zaky sibuk menyiapkan segala sirup, cream, kopi, mengelap gelas dan cangkir satu persatu.

Sepuluh menit kemudian, Ditmar datang, bersenandung dengan headset di telinga. Melempar senyum ke Pipit lalu menaikkan alisnya ketika menyadari Zaky memperhatikannya.

“Kenapa ? Dapet undian?”

“Zaky, waktu masih segini muda, membakar semangat untuk sampai jam sembilan nanti itu perlu.” Ditmar nyelonong ke kitchen.

“Apa katamu aja deh Dit.” Zaky malas berdebat dengan Ditmar, Pipit menggelengkan kepalanya seraya terkekeh.

Tari datang setelahnya, dengan rambut kuncir kuda seperti biasa. “Pagi, semua..” Suaranya nyaring begitu melewati pintu. “Pagiii” seperti koor Zaky dan Pipit membalasnya bersamaan. Tari langsung mengambil tempatnya, menyalakan komputernya, menata uang di mesin kasir untuk kembalian. Ditmar keluar dari kitchen masih dengan bersenandung.

“Key belum datang ya?” Ditmar menyenggol bahu Zaky dari belakang.

“Kenapa? Laper?”

“Kok tahu sih Ky, maklumlah anak kost, jauh dari rumah.”

“Dit..dit…bilang aja mau gratisan.”

Tari dan Pipit tertawa. Kebiasaan Key selalu membawa makanan dari rumah untuk mereka berlima. Key adalah lulusan jurusan Komunikasi yang memiliki hobi memasaka. Dia belum lama bergabung dengan kedai ini, baru tiga bulan.

Orang yang dibicarakan muncul juga, semua menoleh ke arah pintu. Sementara Key bingung melihat keempat kawannya itu. Sambil mengangkat bahunya “Ada apa kalian melihatku gitu?” Zaky langsung menimpali, “Ditmar lagi nunggu bekal yang kamu bawa tuh.” seraya memajukan bibirnya untuk menunjuk bekal yang ditenteng Key. “Kamu belum sarapan ya Dit?” Key terkekeh sambil berjalan menuju bar tempat Ditmar dan Zaky berdiri. Sementara Ditmar hanya nyengir sambil menggaruk kepalanya.

“Yuk makan di kitchen kalau gitu.” Key masuk ke kitchen disusul Ditmar di belakangnya. Pipit segera berseru “Dit, bantuin aku bersihin ini dulu baru makan.” Yang diteriaki hanya melambai tangan lalu hilang di balik pintu.

“Huh, dasar Ditmar, kalau udah urusan makan aja, nomer satu.” Pipit mendengus kesal sambil mencelupkan tongkat pelnya ke dalam ember.

Jarum jam sudah berpindah, pukul sebelas kurang lima menit. Segala persiapan sudah beres, waktunya membuka kedai untuk hari ini. Celebrasi kecil seperti biasa sebelum memulai setiap harinya. Pipit membalik door sign yang tergantung di pintu dari CLOSE ke OPEN. Lalu setelah mereka berlima berkumpul di depan bar - dengan kaos polo warna coklat dan apron hitam- membentuk lingkaran kecil. Mengulurkan tangan dan menumpukan ditengah-tengah. Zaky memimpin doa untuk kelancaran hari ini.

“Untuk Kedai Kita hari ini” seru Zaky “Semangat Kita, Senyum Kita !!” empat lain berseru tak kalah keras, lalu meninju udara berbarengan. Kemudian mereka menuju posisinya masing-masing.

Sepuluh menit kemudian, seorang lelaki dengan membawa ransel hitam masuk, mengamati sekeliling kedai yang memang masih sepi, Siang itu dialah pelanggan pertama. Pipit segera menyambutnya dengan senyum. “selamat datang” lelaki itu senyum tipis lalu menuju bar tempat Ditmar berada. Membaca sebentar daftar menu.

Lemon tea dan nasi goreng, pedes” Lelaki itu menuliskan di kertas order lalu mendorong kertas yang berada di atas bar itu ke arah Ditmar di seberangnya. Ditmar mengangguk. “Segera datang.”

Lelaki itu lalu mengambil duduk di meja nomor dua, sebelah jendela. Ditmar mengamati dengan seksama lelaki itu sejak berbalik badan dari hadapannya. Lelaki dengan kaos putih dibalut kemeja kotak-kotak itu mengeluarkan sebuah notebook dari tas ranselnya. Lalu sibuk dengan dunianya sendiri, Tari ikut mendongak ke arah lelaki itu, mengikuti Ditmar yang masih enggan mengalihkan pandangannya.

Lima menit kemudian, Zaky mengantar lemon tea ke meja dua. Tujuh menit kemudian disusul Pipit yang membawa nasi goreng pedes sesuai pesanan.

Lelaki itu segera menyendok nasi gorengnya yang pertama. Mengunyahnya pelan-pelan, lalu menengok ke arah Ditmar. Ditmar yang merasa kepergok karena dari tadi memperhatikannya tersentak dan berpura-pura mengelap meja bar-nya.

Dan dari situlah cerita bermula.

ilustrasi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline