Lihat ke Halaman Asli

Surat Cintaku yang Terlambat

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Untuk seseorang…

Seseorang yang sampai saat ini masih mengisi sebagian ruang hati, seseroang yang telah memberiku pelajaran arti sebuah kepedulian dan perhatian, seseorang yang telah memberi ruang memaknai kehilangan….

Sebelumnya Aku minta maaf atas ketidakmampuanku untuk mengatakannya secara langsung, atau mungkin paling tidak mengantarkan surat ini secara langsung.

Untukmu (yang sedang membaca surat ini), melalui surat ini aku ingin berpamitan… mulai hari ini aku akan berpindah ke satu tempat, tempat yang akan memisahkan antara kau dan aku. Mungkin tidak akan lama, tapi mungkin juga tidak akan sebentar atau bahkan seterusnya, entahlah… Tidak perlu kau cari dimana aku berada atau kemana aku pergi, jika Tuhan mengijinkan biarlah kelak aku yang akan mencarimu.

Aku sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik bagimu, walaupun mungkin bagimu itu bukanlah sesuatu yang berharga karena yang ada dihatimu memang bukanlah aku, melainkan sesorang yang meskipun tidak melakukan apapun ia akan tampak jauh lebih berharga, karena ia memang sosok yang istimewa. Tapi tenang ko, semua usahaku untuk memberikan yang terbaik buatmu tidak akan memaksa dan menuntutmu untuk mencintaiku, karena aku sudah sadar… bahwa dengan melihatmu tersenyum penuh semangat dan ceria ternyata itu sudah sangat membahagiakan hatiku, dan itu lebih menentramkan jiwaku ketimbang sebaliknya yang mungkin kau tidak akan tersenyum seperti itu apabila bersamaku. Tidak perlu berbicara masalah keikhlasan, karena ikhlas sejatinya tidak perlu dipertanyakan, biarlah itu menjadi domainnya Tuhan yang lebih mampu menilai.

Kau tidak perlu khawatir, apalagi setelah membaca surat ini. Percayalah, saat ku tulis surat ini aku sedang bahagia, bahagia karena aku bisa melihatmu berbahagia. Tidak perlu kau berpikiran bahwa aku sedang mengorbankan perasaan, sebab ku tidak pernah menilai itu sebagai pengorbanan, karena memang tidak pernah ada yang menuntuku untuk melakukannya.

Insya Allah, aku percaya kepada Yang Maha Kuasa, bahwa kelak suatu saat nanti akan ada yang mencintaiku sebesar cintamu kepada orang yang kau cintai, dan menyayangiku setulus rasa sayangmu kepada orang yang begitu kau sayangi.

Akupun tidak ingin setelah kau membaca surat ini dan mengetahui apa yang kurasakan, rasa cintamu seketika menumpuk untukku. Belum terlambat memang jika kau menyadari betapa besarnya rasa cintaku kepadamu dan kau tidak ingin menyia-nyiakannya, tetapi aku tidak mungkin sanggup melihat orang yang kau cintai saat ini merasakan sakit dan kekecewaan yang luar biasa, dan kalau itu terjadi ?, sunguh… aku tak sanggup menanggung dosanya. Jadi, jangan pernah palingkan cintamu dari sosok yang paling kau cintai saat ini.

Sulit memang bagiku untuk sepenuhnya melupakanmu, tapi keadaan akan menjadi lebih sulit jika aku tidak pernah mengatakan apapun tentang perasaanku kepadamu. Satu hal yang selama ini mampu membuatku bertahan untuk diam dalam kesendirian adalah sepatah kalimat sakti : “Yang terpenting kau bisa tersenyum ceria penuh semangat, perkara hatimu untuk siapa biarlah itu menjadi urusanmu dan kuasanya Tuhan”. Kalimat yang terus membimbingku untuk belajar ikhlas dan tidak memelas.

Perasaanku selama ini kepadamu tidak ingin disebut bertepuk sebelah tangan, karena memang ku akui bahwa aku sendiri tidak pernah mengungkapkannya. Lalu kenapa melalui surat ini aku mengungkapkannya ?, karena ku tidak ingin apabila ajal menjemput kalimat yang terucap dalam sakaratul maut-ku adalah namamu, aku tidak ingin saat mempertanggungjawabkan amal perbuatanku yang ada dipikran hanyalah kamu, aku tidak ingin pergi dengan berjuta sesal karena belum sempat mengungkapkan ini kepadamu. Dan yang terpenting… aku tidak ingin rasa cintaku melalaikanku dari yang menganugerahkan rasa cinta itu sendiri.

Aku mohon maaf, kalau mungkin surat ini malah merusak suasana bahagiamu. Sungguh… ku tidak ingin ini menjadi beban. Biarlah ini menjadi sekedar ungkapanku yang melepas rasa tidak nyaman di hati dan pikiran. Setelah kau baca lekaslah kau abaikan dan lupakan, tidak perlu kau urus dengan serius, tak perlu kau sikapi dengan sepenuh hati, karena memang…. surat ini keisenganku~

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline