Lihat ke Halaman Asli

Septi Marlina

belia masa kini

Memilah dan Memilih Cawapres Prabowo dengan Pisau Kejujuran

Diperbarui: 3 Agustus 2018   13:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

diolah dari berbagai sumber gambar/dok. pribadi

Syukur Alhamdulillah. Akhirnya nama-nama bakal cawapres Prabowo Subianto mengerucut juga. Dari berita, saya baca ada tiga orang yang masuk bursa. Mereka adalah Ustaz Abdul Somad (UAS), Salim Segaf Al Jufri (SSA), dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

Dari segi kapasitas dan kapabelitas, saya pikir ketiganya kagak usah disangsikan. Lha, sudah masuk kantong Prabowo, kok? Apa lagi yang mau diragukan. Prabowo pasti sudah menimbang masa-masak ketiga nama itu. Masak Prabowo mau main-main buat pilpres?

Masalahnya, cuma ada satu kursi cawapres. Mau kagak mau, ketiga nama itu mesti diperas jadi satu nama. Rasionalnya sih kandidat yang paling signifikan dalam mendongkrak elektoral Prabowo yang dipilih. Paling kagak, kita bisa prediksi sumbangan elektoral masing-masing kandidat dari aspek Islam dan generasi milenial.

Aspek Islam

Sekilas UAS emang paling mewakili umat Islam ketimbang SSA dan AHY. Soalnya, UAS kan dai kondang banget, popular pisan. Tapi, jangan remehkan SSA. Selain aktif di PKS, SSA punya darah keturunan Sayyid Idrus bin Salim Aljufrie, ulama besar dari Palu.  Terus bagaimana dengan AHY?

AHY kesohor sebagai sosok pemuda muslim religius. Dia punya darah hijau islam di darahnya. Raden Soekotjo ayahnya SBY itu adalah anak dari salah satu pendiri Pesantren Gontor Ponorogo. Sedangkan  neneknya AHY, Siti Habibah adalah salah seorang putri keluarga besar Pesantren Tremas, Pacitan.

Bahkan, kalo kita lacak lebih dalam lagi, AHY itu keturunan Fatahillah, ulama plus pahlawan pembebas Jakarta dari cengkeraman Portugis. Jadi wajar aja kalo AHY disapa "teungku" oleh para ulama Aceh, plus dapat gelar kehormatan dari Kesultanan Islam Ternate Tidore.

Terus sejauh mana sih sisi "keulamaan" buat mengenjot kemenangan di Pilpres? Catatan Pilpres kita gelap, Bro. Pas Pilpres 2004, Megawati mengandeng Hasyim Muzadi, trus Wiranto maju bareng Solahuddin Wahid. Tapi mereka tetap gagal mengalahkan SBY-Jusuf Kalla. Padahal, Hasyim dan Solahuddin itu dua ulama besar dari NU lho? Nasib serupa juga menimpa Amien Rais yang jadi "perwakilan" Muhammadiyah.

Kesimpulannya, representasi "keulamaan" kagak ujug-ujug bikin kandidat itu menang pilpres. Ada aspek lain yang juga perlu dihitung. Dan buat Pilpres 2019, salah satunya adalah aspek generasi milenial.

Aspek Generasi Milenial

Diprediksi, 40 persen pemilih Pemilu 2019 tergolong kalangan milenial. Ini setara 78,6 juta pemilih. Karena itu, merebut suara generasi milenial jadi penting. Kagak usah mikir panjang-panjang, kita pasti sepakat sosok SSA kurang menjual di kalangan anak muda 17- 35 tahun itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline