Di era modern ini, pendidikan tinggi di Indonesia terus berkembang dan mengalami perubahan. Perguruan tinggi kini tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu akademis, tetapi juga menjadi arena pembentukan karakter. Sayangnya, seiring dengan meningkatnya fokus pada prestasi akademik dan keterampilan teknis, pendidikan akhlak sering kali diabaikan. Padahal, nilai-nilai moral dan etika yang baik sangat penting dalam membentuk generasi yang memiliki integritas.
Kampus sebagai tempat belajar seharusnya tidak hanya mencetak lulusan yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia. Pendidikan akhlak menjadi salah satu pilar penting dalam membangun karakter mahasiswa yang nantinya akan terjun ke masyarakat sebagai pemimpin, penggerak, dan inovator.
Metodologi Studi Islam: Akhlak sebagai Fondasi
Dalam perspektif Islam, pendidikan akhlak memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Islam tidak memisahkan antara pengetahuan duniawi dan akhirat. Hal ini tercermin dari konsep adab dan akhlak yang senantiasa ditekankan dalam proses belajar-mengajar. Al-Ghazali, salah satu ulama besar dalam sejarah Islam, menyatakan bahwa ilmu tanpa akhlak tidak akan membawa keberkahan, baik bagi individu maupun masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan akhlak harus menjadi bagian integral dari kehidupan kampus.
Salah satu metodologi yang bisa diambil dari studi Islam adalah pendekatan uswah hasanah atau teladan yang baik. Dosen dan staf kampus harus menjadi contoh konkret dari penerapan nilai-nilai moral dan etika. Mahasiswa yang melihat perilaku baik dari para dosen akan lebih mudah meniru dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini relevan di setiap lini kehidupan kampus, mulai dari proses belajar di kelas, hingga hubungan sosial antar mahasiswa.
Tantangan Pendidikan Akhlak di Era Modern
Namun, tantangan dalam menanamkan nilai-nilai akhlak di kampus tidaklah mudah. Di era digital yang serba cepat, arus informasi yang tidak terbatas bisa memengaruhi cara pandang dan perilaku mahasiswa. Tidak jarang kita melihat mahasiswa yang terjerat dalam masalah etika, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, hingga plagiarisme.
Tantangan ini menjadi lebih rumit ketika etika digital belum diajarkan secara menyeluruh di kampus. Pendidikan akhlak yang dulunya difokuskan pada interaksi langsung, kini harus diadaptasi ke dunia maya. Kampus harus berperan aktif dalam memberikan literasi digital yang berbasis pada nilai-nilai akhlak, seperti jujur dalam menyampaikan informasi dan menjaga etika dalam berkomunikasi di media sosial.
Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan mengadakan seminar atau lokakarya tentang etika digital bagi mahasiswa. Tujuannya adalah agar mahasiswa sadar akan pentingnya menjaga sikap dan perilaku di dunia maya, yang tidak kalah penting dari interaksi langsung. Kampus juga bisa menerapkan kebijakan tegas terhadap perilaku tidak etis, baik dalam bentuk plagiarisme akademik maupun pelanggaran etika digital.
Pendidikan Akhlak sebagai Landasan Kehidupan Kampus
Pendidikan akhlak seharusnya tidak hanya terbatas pada mata kuliah agama, tetapi juga diintegrasikan dalam semua mata kuliah dan kegiatan kampus. Misalnya, dalam setiap mata kuliah, dosen bisa menyelipkan nilai-nilai etika yang relevan dengan bidang ilmu yang diajarkan. Dalam pelajaran ekonomi, misalnya, mahasiswa diajarkan untuk selalu jujur dalam mencatat transaksi dan menghindari perilaku korup. Dalam ilmu sosial, mahasiswa dilatih untuk selalu menghargai perbedaan dan bertindak adil dalam setiap situasi.