Lihat ke Halaman Asli

Septia Sandriyani

Mahasiswi Universitas Riau

5 Alasan Untuk Menolak Pemindahan Ibu Kota Negara

Diperbarui: 12 April 2022   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerintah berencana memulai pembangunan megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) "Nusantara" di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada pertengahan 2022. Namun, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi UU IKN menuai polemik. 

Masyarakat tidak setuju dengan adanya pemindahan IKN dengan berbagai alasan, salah satunya pemindahan ibu kota baru dinilai sangat membebani keuangan negara dan menjadi tidak fokus dalam pemulihan perekonomian. 

Ditambah lagi, pemerintah berencana untuk memindahkan IKN ditengah pandemi Covid-19. Hal ini tentu tidak tepat dengan situasi yang dimana seharusnya pemerintah fokus menangani Covid-19 yang membutuhkan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Awal 2022 kebutuhan pokok masyarakat naik drastis dan bahkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah mencapai Rp 6.687,28 triliun atau setara 39,69% produk domestik bruto (PDB). 

Sedangkan kebutuhan untuk pemindahan ibu kota mencapai Rp 466 triliun. Pemindahan ibu kota membutuhkan banyak pendanaan, sumber daya manusia, lingkungan, pertahanan dan keamanan.

Alasan mengapa pemindahan IKN ditolak oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut.

  1. Biaya perpindahan Ibu Kota yang tidak sedikit jumlahnya. Pemerintah mengklaim biaya perpindahan Ibu Kota mencapai Rp466 triliun dan hanya 19 persen menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meski begitu, hal tersebut tentu saja akan berdampak serius kepada keuangan negara. Saat ini Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar di atas 3 persen, dan pendapatan negara yang turun. Sementara, infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak dibiarkan telantar, dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara.
  2. Dokumen kajian yang disampaikan Menteri PPN/Bappenas terkait penentuan lokasi masih dangkal dan sempit. Dangkal karena data dan kajian yang disajikan tidak memuat hitungan dan kalkulasi secara detail serta analisis mendalam berdasarkan berbagai teori. Sempit karena perspektif yang lebih mengemuka adalah dari sisi ekonomi. Dari perspektif politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan tidak banyak disinggung.
  3. Pembentukan UU IKN dinilai tidak melalui perencanaan yang berkesinambungan, mulai dari dokumen perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara, dan pelaksanaan pembangunan.
  4. Persoalan sumber daya manusia para aparatur negara (ASN) akan ikut terdampak. Kemungkinan besar 1 juta di antaranya harus ikut pindah ke ibu kota baru. Itu tentunya kemungkinan besar akan diikuti oleh kepindahan keluarganya yang akan membutuhkan fasilitas-fasilitas kehidupan, seperti hunian, sekolah, dan rumah sakit.
  5. Tidak ada keterbukaan informasi pada tiap tahapan pembahasan UU IKN. Berdasarkan penelusuran pemohon, dari 28 tahapan/agenda pembahasan RUU IKN di DPR, hanya tujuh yang dokumen dan informasinya dapat diakses publik.

Berdasarkan alasan yang sudah disebutkan, pemindahan IKN belum cukup memadai untuk saat ini. Masih banyak yang harus dibenahi sebelum memindahkan IKN, contohnya masalah-masalah di Jakarta seperti banjir yang tak kunjung usai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline