Lihat ke Halaman Asli

Hidup untuk Mati

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

dia merasakan kebingungan yang teramat sangat
ketika urat keberaniannya telah lama hilang
hidupnya pun terasa sepi sunyi tak berarti
bagai batu yang tertutup dalam tempurung kura-kura
dia seolah tak mampu bergerak,
hanya mengikuti kemana gerak angin melambai
padahal…
Tuhan begitu cinta kepada dirinya
dia masih diberikan kesempatan hidup ke dunia
semua sistem tubuhnya berjalan dengan baik
akal yang Tuhan anugrahkan masih berfungsi seutuhnya
namun dia masih saja terpenjara oleh pikirannya sendiri
dia belum juga menyadari bahwa hidup adalah anugerah
yang tiada terkira nilainya dihadapan para makhluk yang telah mati
entah apa yang ditunggunya
bagaimana mungkin dia mengatakan jika dia berambisi
tetapi sungguh sedikit aksi yang dilakukan
sungguh pada hakikatnya mereka yang hidup mengalami pergerakan
bumi berputar pada garis edarnya
angin yang selalu melambai walau tak terlihat
butiran air dilautan luas yang selalu mengalir berpindah tempat
tumbuhan, pepohonan, menjalankan sistem kehidupan dalam tubuhnya
bagitupun detak jantung manusia yang tak pernah berhenti
semua mereka yang hidup tak ada yang benar-benar terdiam
sesungguhnya mereka bergerak, bahkan mereka bertasbih
dengan cara yang tidak kita ketahui
oleh karenanya, wahai kau jiwa yang hidup
bergeraklah…
majulah, walau harus secara perlahan
manusia-manusia diluar sana begitu membara menyikapi kehidupan
mereka seolah hidup untuk mati
bukan hidup untuk menunggu mati
maka, apakah kita masih memilih untuk terdiam?

Citayam-Depok,  Feb '11

by: Septian Prima Rusbariandi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline