Lihat ke Halaman Asli

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Penggunaan Alat Bukti Elektronik

Diperbarui: 24 Mei 2017   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

          Pesatnya kemajuan informasi dan teknologi di dunia membawa bermacam-macam implikasi terhadap segala lini kehidupan, baik dari sisi ekonomi, politik, sosial dan juga kearifan lokal yang hidup dalam suatu wilayah. Munculnya gadget membuat transaksi jual-beli tidak lagi harus dilakukan di pasar-pasar tradisional, melainkan cukup melalui beberapa sentuhan jari di rumah maka transasksi terjadi. Gadgetjuga dapat mempengaruhi aktivitas politik di dalam suatu wilayah tertentu, dengan munculnya berbagai aplikasi social media seperti Twitter, Facebook dan Instagram acapkali dijadikan tempat untuk beradu argumentasi mengenai realitas politik yang sedang terjadi atau yang lazim disebut Twitwar. Ada juga situs Change.orgyang merupakan situs petisi yang bisa dijadikan suatu bentuk partisipasi publik dalam menyikapi suatu persoalan dalam aktivitas kehidupan berpolitik.

            Hukum sebagai suatu bentuk pranata yang mengatur kehidupan manusia pun tak luput dari derasnya arus perkembangan zaman. Mulai digunakannya berbagai alat bukti elektronik seperti gambar, suara atau video yang tersimpan dalam bentuk dokumen eletronik menandakan bahwa hukum harus mulai mengikuti perkembangan teknologi. Beberapa kasus yang pernah terjadi misalnya ialah kasus penghinaan yang dilakukan oleh Ervany Emy Handayani di Bantul, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggunakan tulisan/status yang dibuat oleh Ervany di laman Facebooksebagai alat bukti yang diajukan di persidangan, begitu juga kasus Florence Sihombing yang melakukan penghinaan terhapat masyarakat kota Yogyakarta, JPU dalam kasus ini menggunakan tulisan yang dibuat oleh Florence di laman Pathsebagai alat bukti yang diajukan ke persidangan.

            Pertanyaan yang muncul terhadap dunia penegakan hukum di Indonesia ialah bagaimana sebenarnya pengaturan alat bukti elektronik di Indonesia? dan termasuk kategori bukti apakah alat bukti elektronik tadi? apakah perluasan yang ada dialam pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau menjadi bagian dari alat bukti petunjuk yang berada dalam KUHAP ?

Kedudukan alat bukti elektronik dalam aturan perundang-undangan di Indonesia

           Dunia penegakan hukum pidana Indonesia terkait erat dengan adanya KUHAP yang merupakan bentuk kodifikasi dari tata cara menegakan hukum pidana materiil di Indonesia. KUHAP mengatur tata cara pembuktian yang sah dalam proses peradilan pidana termasuk juga jenis alat-alat bukti yang dapat digunakan dalam proses pembuktian di Pengadilan. Pasal 184 KUHAP mengatur secara limitatif bahwa ada 5 alat bukti yang dapat digunakan untuk pembuktian, yakni :

1. Keterangan Saksi

2. Keterangan Ahli

3. Alat bukti Surat

4. Keterangan Terdakwa

5. Petunjuk

Diantara lima alat bukti ini tidak ada satupun yang menyebutkan dimana posisi alat bukti elektronik ditempatkan. Hal ini tak terlepas dari konteks zaman ketika KUHAP diundangkan pada tahun 1981 dimana pada saat itu perkembangan teknologi dan informasi berlum sepesat dan secanggih sekarang, sehingga para perancang KUHAP belum dapat untuk merumuskan alat bukti elektronik dalam KUHAP.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline