Lihat ke Halaman Asli

Pendekar Silat Lidah Bagian 1

Diperbarui: 26 Juli 2016   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Kiamat datang hari ini, Edwin.” bisik Elsa di telinga kananku saat kami tengah berpelukan erat di tengah hujan angin ribut yang melanda Jakarta Sabtu malam pukul delapan tanggal 16 Juli 2016 ini.

“Jangan berlebihan begitu, Sepupu.” kataku sambil melepaskan pelukan kami.

“Oh jadi menurut kamu, aku terlalu berlebihan?” balas Elsa yang kemudian duduk di sofa coklat gelap yang baru sebulan lalu kami beli. “Kurasa kamu yang selalu berlebihan dalam segala hal.”

Aku tersenyum mengangguk, lalu duduk di sebelah Elsa, menguap lebar tanpa kututup mulutku. Elsa menepuk pundak kananku sambil menggelengkan kepala. “Tidak sopan, Edwin.”

“Kebiasaan lamaku ini susah kuhilangkan. Boleh kutanya kenapa kau tadi memelukku erat-erat, Sa? Tidak biasanya kau begitu.”

“Tak terhitung berapa kali kamu kupeluk, Edwin. Ini malam minggu. Anggap saja itu pesan romantisme.”

Mau tak mau tawaku meledak. “Banyak cowok ganteng eksekutif muda di luar sana. Kenapa kau tidak keluar dan menggoda mereka?”

“Hujan angin ribut begini kamu suruh aku keluar?”

Aku mengangguk sambil tersenyum tanpa menoleh kepada Elsa. “Kenapa tidak?”

“Kamu jahat.”

Sepupuku Elsa ternyata masih belum bisa melupakan film AADC 2 yang sudah dia tonton empat kali di bioskop saat tayang beberapa bulan lalu karena itu kujawab singkat. “Aku bukan Rangga.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline