Demokrasi Mati di Kandang Koalisi
Ternyata bukan hal mudah melepaskan diri dari bayang-bayang orde baru yang berlangsung selama 32 tahun. Perjuangan demi tegaknya demokrasi masih jauh panggang dari api. Ya, walaupun saya sendiri sejak awal membenci sistem ini, namun haruskah sistem ini semakin diperburuk lagi dengan keputusan DPR mengesahkan UU Pilkada.
UU Pilkada mengharuskan tiap kepala daerah mulai dari walikota sampai gubernur dipilih oleh DPR dan DPRD. Sebagian besar politisi partai di DPR meyakini jika UU Pilkada ini jauh lebih baik bagi rakyat dan pemerintahan. Alasannya untuk menghemat biaya. Tidak sepenuhnya salah memang, namun dapatkah kita percaya pada DPR/DPRD untuk memilih kepala daerah? Padahal mereka sendiri jarang sekali mendengarkan aspirasi masyarakat, sebaliknya justru patuh pada partai pengusungnya.
Lihat saja dalam proses pengesahan RUU Pilkada kemarin. Lebih dari separuh masyarakat Indonesia bahkan kepala daerah dari berbagai penjuru nusantara tidak menyetujui RUU tersebut. Tidak hanya itu, Presideh SBY sendiri menyebutkan, 90% netizen tidak menyetujuinya. Bukankah hal itu lebih dari cukup untuk membuat DPR membatalkan RUU tersebut? Bukankah mereka wakil rakyat yang seharusnya bisa menjadi mata, telinga, dan mulut rakyat? Tapi yang terjadi justru sebaliknya, mereka menjadi buta, tuli, dan bisu demi patuh pada partai.
Sekiranya benar kata Gus Dur dulu, “Bubarkan saja DPR, karena memang tak pernah ada gunanya.”
Tahukah Anda dengan kepala daerah dipilih oleh DPR, maka kepala daerah akan sepenuhnya patuh pada pejabat-pejabat di Jakarta, begitulah kira-kira perkataan Ridwan Kamil (walikota Bandung) melalui akun twitter-nya. Atau mengutip pernyataan Ahok (wagub DKI), “saya tidak sudi jadi budak DPR, lebih baik saya jadi budak rakyat!
Saya sangat setuju dengan pendapat mereka. Saya makin khawatir tidak akan ada lagi orang-orang seperti Risma, Ridwan Kamil, atau, Ahok yang benar-benar bekerja untuk rakyat. Lalu akan muncul manusia-manusia seperti Atut yang hanya gemar memperkaya dirinya.
Menyedihkan sekali melihat demokrasi mati di kandang koalisi. Menyedihkan sekali jiwa-jiwa orde baru kembali hidup di era reformasi seperti sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H