Indonesia tidak pernah kekurangan talenta muda. Hal ini tercermin dari sering terdengarnya atlet muda, tim olahraga, atau pelajar-pelajar asal tanah air yang meraih prestasi di ajang internasional. Namun, sebuah ironi muncul ketika prestasi ini sering kali meredup saat mereka melangkah ke level senior atau profesional. Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju yang tidak hanya kaya secara ekonomi, tetapi juga memiliki kesejahteraan yang merata.
‘Academy of Champions’, sebuah serial reality show bertema edukasi yang mempertemukan pelajar-pelajar jenius dari berbagai daerah di Indonesia, menjadi potret bagaimana hebatnya talenta-talenta muda tanah air. Serial ini menghadirkan pelajar-pelajar SMA se-Indonesia yang telah mengoleksi rentetan medali Olimpiade Sains baik di level nasional maupun internasional. Menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak muda mampu bersaing di level global.
Pertarungan intelektual
Mengusung konsep educational battle yang berbasis kedaerahan atau disebut distrik, maka peserta yang hadir tidak hanya dari Jawa sentris, namun juga daerah lain mulai dari Aceh hingga Papua. Peserta dibagi dalam 12 distrik sehingga mendorong nuansa persaingan intelektual lintas daerah.
Pada sesi Champions War pertama, kualitas acara ini langsung terasa. Game-game yang dilangsungkan tidak hanya sebatas soal-soal sains level dewa yang njlimet, namun kombinasi antara beberapa bidang sains dengan permasalahan sehari-hari. Menghadirkan game yang unik dan seru.
Salah satu game yang bertajuk ‘Emergency Kit Hunt’ dengan kondisi terjadi peristiwa gunung meletus. Peserta diharuskan menganalisis berbagai informasi dan teka-teki yang menggabungkan berbagai disiplin ilmu seperti fisika, kimia, matematika, ekonomi, hingga geografi. Tidak hanya mengerjakan soal, tapi mereka diharuskan bekerja sama, membagi tugas, dan bernegosiasi. Tantangan-tantangan non-teknis itulah yang mungkin tidak ada di Olimpiade Sains, hingga membuat para anak-anak muda jenius itupun pontang-panting.
Kompetisi ini juga mematahkan stereotip tentang dominasi pelajar asal Jawa dalam prestasi akademik. Ternyata peserta dari Papua, Sumatera, dan daerah lainnya mampu tampil sangat baik. Ada salah satu momen unik dimana peserta yang awalnya minder karena tidak punya pencapaian medali Olimpiade, ternyata malah mampu mengungguli banyak peserta lain yang prestasinya jauh lebih mentereng.
Dibandingkan Olimpiade yang umumnya fokus pada soal-soal sains murni di satu bidang saja dan dikerjakan individual, jelas pertarungan antar distrik di 'Academy of Champions' menjadi pengalaman baru bagi mereka. Sering terlihat raut wajah mereka yang pusing namun senang karena merasa tertantang dengan roller coaster adrenalin di masing-masing game yang selalu berbeda.
Paradoks dunia nyata