Lihat ke Halaman Asli

Septian Ananggadipa

TERVERIFIKASI

So let man observed from what he created

Amerika Dihantui Inflasi, Momentum China Kuasai Ekonomi Dunia?

Diperbarui: 13 Mei 2022   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perang dagang Amerika Serikat dan China.| Shutterstock via Kompas.com

Tahun 2022 banyak diprediksi akan menjadi masa pemulihan ekonomi dunia pasca dihantam pandemi Covid-19, namun siapa sangka tahun ini juga dipenuhi gelombang yang membuat ekonomi global tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Mulai dari tensi panas ketegangan Rusia dan Ukraina, ternyata menyeret dampak ekonomi dan politik cukup berat bagi berbagai negara. Suplai perdagangan barang dan komoditas yang terganggu mengerek harga-harga menjulang tinggi, atau disebut inflasi.

Sang negara superpower, Amerika Serikat (AS) kini sibuk berkutat dengan inflasi yang sangat tinggi di negaranya. Hingga April lalu, federal inflation rate telah mencapai 8,5%, tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Tidak hanya AS, negara-negara Eropa juga mencatatkan inflasi sangat tinggi hingga menembus 7,5%. Bahkan beberapa negara dihantam inflasi sangat tinggi seperti Turki 69%, Argentina 48%, dan Brasil 10%.

Inflasi pada umumnya dipicu oleh dua hal. Pertama adalah demand pull inflation, ketika permintaan yang tinggi tidak mampu diimbangi produksi dan distribusi barang sehingga memicu harga meningkat. 

Pemicu kedua adalah cost push inflation, yaitu ketika biaya-biaya produksi dan distribusi meningkat sementara permintaan cenderung stagnan, kondisi itu juga memicu kenaikan harga.

Kenaikan harga menjadi dampak yang sulit dihindari karena baik demand pull inflation maupun cost push inflation tadi sama-sama menyebabkan kelangkaan barang yang berujung harga-harga barang semakin mahal.

Sumber ilustrasi: smh.co.au

Inflasi tinggi di AS dalam konteks ini awalnya disebabkan demand pull inflation, karena likuiditas yang tinggi pasca kebijakan "printing money" US Dollar (USD) saat menghadapi dampak pandemi Covid di tahun 2019 dan 2020.

Dengan kondisi produksi dan distribusi barang yang masih dalam fase pemulihan, tingkat permintaan yang tinggi tentu memicu harga-harga yang meningkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline