Lihat ke Halaman Asli

Septian Ananggadipa

TERVERIFIKASI

So let man observed from what he created

Drama "Startup" ala Indonesia

Diperbarui: 27 Desember 2020   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi startup. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Penghujung tahun ini, tagar #TeamJiPyeong dan #TeamDoSan berseliweran di linimasa berbagai media sosial. Bagi yang belum ngeh, analogi team-team an itu berasal dari hype drama Korea yang berjudul Start Up.

Bicara tentang start up, perusahaan rintisan yang berbasis teknologi ini sebenarnya sudah cukup akrab di telinga masyarakat Indonesia.
Negara kita bahkan memiliki 1 jagoan Decacorn, start up yang memiliki valuasi lebih dari US$ 10 miliar atau sekitar Rp150 triliun, yaitu Go Jek.

Decacorn ini bisa dibilang "makhluk" yang cukup langka lho di dunia per start up an. Berdasarkan riset Hurun Research Institute di tahun 2019, di dunia ini hanya ada 23 start-up yang berstatus Decacorn, salah satunya Go Jek yang berasal dari Indonesia.

Pandemi Berujung Drama

Nah, drama ternyata tidak hanya terjadi di layar kaca Korea, tapi juga di dunia nyata. Pandemi Covid-19 yang hadir tiba-tiba membuat kalang kabut seluruh dunia usaha, tidak terkecuali banyak perusahaan start up.

Hal yang pertama paling terasa tentu penurunan aktivitas ekonomi secara drastis. Sebagai contoh yang dirasakan Go Jek sebagai perusahaan yang berbasis sharing economy, dampak dari pembatasan aktivitas, penurunan omzet, hingga protokol kesehatan yang ketat otomatis membuat aksi pertumbuhan Go Jek melambat.

Start Up yang identik dengan strategi "bakar uang" pun kini semakin mengetatkan ikat pinggang, bahkan berhembus isu bahwa Grab dan Go Jek akan merger karena investor-investornya tidak kuat terus-terusan bakar uang, apalagi di masa pandemi yang dari sisi indikator ekonomi serba tidak pasti.

Perusahaan start up tidak hanya tertekan dari sisi aktivitas. Laporan Google, Temasek, Bain & Company yang dirangkum dalam e-Conomy 2020 menunjukkan bahwa jumlah pendanaan investor ke start up di Asia Tenggara di tahun 2020 ini menurun sekitar 35%.

Dalam laporan yang sama, sektor online travel mengalami penurunan penjualan yang paling signifikan, hingga hampir 60%, sedangkan transport & food menurun 11%.

Makin seretnya pendanaan dan penurunan penjualan mau tidak mau memaksa start up untuk bergerak lebih efisien, bahkan di antaranya mungkin terpaksa efisiensi.

Salah satu start up unicorn negeri kita, Traveloka, merasakan hantaman paling keras akibat pandemi Covid-19. Nikkei Asia Review melaporkan, pada Q3 tahun 2020  lalu, Traveloka bahkan harus mengurangi jumlah karyawan, termasuk memangkas gaji dan bonus pegawai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline