Lihat ke Halaman Asli

Hujan Bintang

Diperbarui: 27 November 2015   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku..Rainee Adinda, nama panggilanku Rain. Seperti namaku, aku mencintai hujan seperti aku mencintai Bintang. Bintang Aries, bintang paling dekat yang pernah ku sentuh tapi kini jadi bintang yang paling sulit ku gapai. Bintang pasti sudah bertemu mamaku di surga..
Sudah hampir setahun sejak hari itu tapi rasanya masih sangat sulit untuk bangkit dari keterpurukan ini.

“Rain, lama banget sih?” Bintang yang sedari tadi menungguku di halte dekat kantorku bekerja.

Tubuh tingginya terlihat jelas saat berdiri di samping motor kesayangannya. Ekspresi wajahnya sedikit kesal karena memang siang itu matahari terik.

Aku setengah berlari menghampiri Bintang, kami memang sudah janjian untuk ke pantai sore ini. Tapi karena akhir pekan pekerjaan menumpuk, aku telat keluar kantor.

“Hehehe.. Bin, sorry deh.. Jangan ngambek dong, nanti cakepnya ilang.” Rain cengar-cengir merayu Bintang.

Bintang tidak akan pernah bisa marah pada Rain. Sejenak Bintang memutar kembali pertemuannya dengan Rain pertama kali saat mereka menghadiri Workshop IT. Saat itu, pertemuan yang tidak bisa disebut “good first impression”. Mereka memperebutkan saklar untuk men-charge laptop. Rain yang egois memaksa Bintang untuk mengalah. Setelah berdebat, akhirnya Bintang mengalah. Diam-diam, Bintang mencari tahu tentang Rain dari teman kantornya. Dua bulan setelah kejadian itu, kini mereka bersahabat. Takdir menuntun mereka bersama sekarang..

“Ya deh,, emang paling bisa deh kalau ngerayu gw. Yuk, keburu sore, Rain.”

Kami menuju pantai di pinggiran kota Jakarta. Sekitar pukul setengah 5 sore kami duduk di pinggir pantai.

Sambil ngemil keripik balado kesukaannya, Bintang mulai curhat.
“Rain, kenapa yaa susah banget buat move on? Padahal udah hampir setengah tahun tapi gw masih belum bisa bener-bener lupain dia.” Tatapan kosong Bintang memandang lepas ke arah pantai.

Aku masih mencerna setiap kata yang Bintang ucapkan. Dalam hatiku dilema karena sebenarnya aku mulai jatuh hati pada Bintang. Intensitas komunikasi kami yang setiap hari terjalin membuat aku nyaman dengan kehadiran Bintang. Hidupku yang sebelumnya “abu-abu” menjadi berwarna setelah Bintang hadir.

“Yaelah, jauh-jauh kesini cuma mau galau-in mantan? Gagal move on nih ceritanya, hihi..” Rain mengatur nada ucapannya agar tidak terkesan jealous.
“Yee.. Gw emang belum move on kali..”
Entah kenapa kali ini canggung, kehabisan bahan obrolan padahal biasanya aku dan Bintang selalu punya hal untuk dibahas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline