Lihat ke Halaman Asli

Septiana RatihaningPutri

Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Kasus Wanprestasi Akad Murabahah dalam Pandangan Filsafat Hukum Positivisme

Diperbarui: 26 September 2023   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Septiana Ratihaning Putri (212111235 / HES 5G)

Kasus Wanprestasi Akad Murabahah

Pada saat ini, ekonomi syariah di Indonesia mencapai perkembangan yang cukup memuaskan. Melalui data yang disampaikan oleh OJK, per Juni 2022 pertumbuhan keuangan dan ekonomi syariah naik 10% dibanding tahun sebelumnya. Akad yang paling banyak diterapkan di Indonesia adalah akad murabahah. Menurut OJK, akad murabahah menyumbang 60% dari total pembiayaan syariah.

Akad murabahah, yaitu akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga perolehan kepada pembeli dan pembeli akan membayar secara angsuran dengan harga lebih tinggi sebagai laba sesuai kesepakatan keduanya. Akad ini termasuk pada pembiayaan konsumen, yaitu suatu kegiatan pembiayaan untuk mengadakan seuatu barang sesuai kebutuhan konsumen dengan pembayaran mengangsur. Contohnya pembiayaan KPR.

Dengan tingginya peminat akad murabahah, sangat memunginkan timbulnya permasalahan. Salah satu permasalahan dalam akad murabahah adalah adanya wanprestasi. Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya kewajiaban yang telah ditetapkan dalam perikatan, bisa dilakukan dengan tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.

Penyelesaian sengketa wanprestasi murabahah dapat dilakukan dengan jalur litigasi maupun alternatif penyelesaian lainnya. Biasanya untuk penyelesaian murabahah dengan kerugian tidak banyak akan melalui jalur alternatif.

Akan tetapi tidak jarang juga diselesaikan dengan jalur litigasi melalui pengadilan kareena nominal kerugian lumayan besar. Penyelesaiann sengketa wanprstasi melalui pengadilan pasti memunculkan pihak yang menang dan kalah. Pihak yang kalah wajib mengganti rugi atas wanprestasi tersebut.

Dalam beberapa kasus, wanprestasi dapat terjadi bukan karena adanya intensi dari debitur. Beberapa hal terjadi karena adanya force majeure, yaitu suatu keadaan di luar kendali yang menjadikan debitur tidak dapat mlakukan prestasi, seperti bencana alam.

Akan tetapi, beberapa kasus wanprestasi akad murabahah tidak terjadi karena force majeure, seperti pemutusan hubungan kerja secara tiba-tiba yang mengakibatkan debitur tidak dapat membayar angsuran murabahah. Keadaan ini tidak dapat membebaskan atau dijadikan alasan pembenar tindakan wanprestasi akad murabahah karena bukan force majeure.

Sengketa ini merupakan sebuah sengketa perdata. Dalam seengketa perdata, hakim bertindak sebagai corong hukum. Hal ini menjadikan hakim tidak bisa memutuskan di luar dari gugatan. Hakim hanya memeriksa dan memutuskan apakah gugatan tersebut dikabulkan atau tidak.

Jika di lihat pada bukti, maka hakim dapat mengabulkan gugatan karena bukti yang ada sudah mencukupi dan juga berdasarkan peraturan yang berlaku. Hal ini karena debitur benar melakukan wanprestasi dan itu bukan dikarenakan force majeure. Sehingga debitur harus mengganti rugi pada kreditur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline