Perkembangan zaman yang semakin global memantau Sumber Daya Manusia (SDM) harus berkualitas. Pada hakekatnya, pendidikan menjadi syarat yang mutlak untuk dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Munir Yusaf (2018:34) pendidikan merupakan pusat dari segala upaya yang dilakukan untuk membangun citra manusia yang paripurna, menjadikan pendidikan sebagai titik pijak dan menjadi strategi utama dalam membentuk manusia yang berkualitas bukan hanya pada bidang ilmu pengetahuan namun juga pada bidang spiritual dan emosional. Melalui pendidikan manusia dapat dibentuk menjadi pribadi yang akan mernbangun diri sendiri hingga bangsanya menuju ke arah yang lebih baik. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan di Indonesia yang terdapat dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 yang menyatakan bahwa:
"Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Salah satu upaya untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan yang memiliki kualitas tinggi dapat diperoleh dengan cara proses kegiatan belajar mengajar di sektor formal yaitu sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi agar dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kualitas yang tinggi, kompetitif, inovatif, kreatif serta berkarakter.
Menurut Asisten Direktur Jenderal untuk Pendidikan dari UNESCO, Qian Tang dalam acara peluncuran Global Educational Monitoring (GEM) Report 2016 di Jakarta, menyatakan bahwa "Kesenjangan kualitas pendidikan masih menjadi kendala banyak negara, khususnya Indonesia". Merujuk pada hal tersebut dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah, maka diperlukan peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan mengembangkan kurikulum dan implementasi kurikulum secara tepat, meningkatkan kualitas pendidik, perbaikan sarana dan prasarana lingkungan belajar dan masih banyak lagi. Namun, peningkatan kualitas pendidikan di lingkungan sekolah menemukan banyak kendala. Salah satunya adalah pada implementasi kurikulu, tepatnya kurikulum nasional, Kurikulum Nasional adalah kurikulum Merdeka yang dilakukan secara nasional (menyeluruh) dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi (Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, 2022). Dalam proses pembelajarannya, kurikulum nasional mengarahkan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan sumber belajar bagi peserta didik. Namun, hal tersebut berbeda dengan apa yang ditemukan di lapangan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada 21 September 2024 di SDN Kembangan Utara 08 Petang, kegiatan belajar mengajar dominan berpusat pada guru sedangkan sudah menggunakan kurikulum nasional. Selain itu, kurikulum nasional juga menuntut guru untuk dapat memahami dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum nasional seperti discovery, inquiry, problem based learning, project based learning, cooperative dan lain sebagainya. Model pembelajaran yang variatif dan inovatif akan membuat peserta didik dapat aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pada kesempatan kali ini penulis melakukan tindakan kelas dan memiliki hasil penelitian dan pembahasan pada pembelajaran dengan menggunakan model Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik di kelas IV SDN Kembangan Utara 08 Petang pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia meningkat setelah dilakukannya eksperimen kelas.
Hal ini ditunjukan dengan peningkatan nilai hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Pada akhirnya, jumlah peserta didik yang mencapai nilai ≥75 semakin banyak dan mencapai kriteria keberhasilan yaitu ≥75%. Peningkatan presentase pencapaian KKM peserta didik pada siklus I sebesar, 53,125% meningkat menjadi 78,125% pada siklus II. Peningkatan rata-rata hasil belajar peserta didik pada siklus I sebesar 74,875, dan pada siklus II meningkat menjadi 80,4375. Oleh karena itu, pada penelitian ini peserta didik yang mendapatkan nilai ≥75 mencapai kriteria keberhasilan yaitu ≥75%, sehingga penelitian ini dikatakan berhasil dan di hentikan pada siklus II.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H