Lihat ke Halaman Asli

septiambar

Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja Sosial

Tentang Bullying dan Kesehatan Mental

Diperbarui: 13 Maret 2020   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Mengikuti kuliah yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga yang konsen bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi Ugm serasa mendapatkan banyak sekali ilmu baru. Isian materi yang disampaikan padat dan sangat bermanfaat. Materi kuliah mengangkat tema Bullying dan Kesehatan Mental. Tema yang dirasa sangat urgent untuk dibahas dan disebar luaskan ke masyarakat.

Membahas bullying, tidak akan pernah ada ujung akhirnya, kasus demi kasus semakin hari justru semakin meningkat. Bahkan tindakan bullying ini juga sangat beragam, dan mengejutkan. Apalagi di dukung dengan perubahan paradigma masyarakat yang mulai bergeser tentang dispensasi penggunaan gawai pada anak-anak, yang hampir sebagaian besar masih berusia sekolah, yang memudahkan anak menerima berbagai informasi tanpa filter. seperti konten-konten kekerasan, pornografi, tontonan tidak mendidik lainnya.

Bullying adalah perilaku agresif tipe proaktif yang mempunyai aspek kesenjangan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan dengan disertai adanya ketidakseimbangan kekuatan yang dilakukan secara berulang oleh satu atau beberapa anak terhadap anak lain. (sumber : materi kulwap CPMH).

Mungkin sudah sering di bahas oleh banyak kalangan, bullying bahasa umumnya adalah perundungan, perisak sesuai dengan arti pada Kamus Besar Bahasa Indonesia. Catatan terpenting untuk mengetahui sebuah tidakan itu masuk ranah bullying adalah tentang tindakan agresif yang dilakukan secara berulang dan ada kesenjangan kekuatan. Tindakan agresi atau intimidasi secara acak tidak termasuk ranah bullying. Intimidasi yang dilakukan satu kali kejadian juga bukan termasuk bullying. Dalam materi juga disampaikan jika argumen ketidaksukaan seseorang dan argumen ketidaksepakatan bersama juga bukan termasuk bullying.

Sering orang awam mengira bahwa bullying terjadi kepada korban yang dianggap memilki kecenderungan berbeda di lingkungan. Tetapi sebenarnya ada alasan lain yang lebih ilmiah kenapa bullying bisa terjadi? Yaitu, sebagai bentuk reaksi dari tekanan emosional (masalah kesehatan mental) sehingga perilaku bullying dilakukan sebagai kompensasi sebuah ketidakberdayaan. Alasan berikutnya adalah sebagai bentuk pertahanan diri seseorang dari tekanan lingkungan agar diperlakukan sama di lingkungan sekitar, selain itu seseorang memilki dorongan untuk merasa sebagai superior.

Pemateri juga menggaris bawahi kalimat "kompensasi dari ketidakberdayaan". Seorang anak yang tidak berdaya akibat tindakan lingkungan baik berupa ketidakadilan, kekerasan atau intimidasi dalam bentuk lain akan sangat mempengaruhi munculnya perilaku "membully" kepada orang lain, ditempat yang berbeda.

Tindakan bullying yang semakin parah akhir-akhir ini karena berkembang paradigma di tengah masyarakat, bahwa bullying merupakan perilaku biasa yang dilakukan oleh anak-anak. bahkan ada yang menyebutkan bahwa bullying merupakan kenakalan anak biasa, atau sekedar bercanda saja. Padahal jika kita mau mengkaji bahwa bullying adalah embrio tindakan kekerasan yang lebih besar. Lihat saja efek dari yang dianggap biasa itu, semakin hari meningkat dengan angka tindakan kekerasan yang sudah masuk ke tindakan melanggar hukum.

Lalu apa hubungan antara bullying dan kesehatan mental?

Untuk mengetahui ada tidaknya tindakan bullying perlu kepekaan yang tajam. Selain itu diperlukan kemampuan mendeteksi yang cermat dan jeli. Kemampuan ini jelas harus dimiliki oleh orang tua, pendidik dan orang yang berkecimpung di tengah kegiatan bermasyarakat terutama dengan anak-anak.

Kasus bullying yang berkembang sekarang sudah sangat banyak, dan terjadi tidak mengenal batas usia. Semua bisa terkena bullying, anak, remaja dan orang tua. Bahkan beberapa kasus pernah saya temui saat sharing bullying di sebuah forum yang diikuti oleh guru-guru. Di kesemapatan tersebut banyak peserta guru yang "curhat" bahwa mereka sering menjadi korban bullying.

Tindakan bullying yang sering mereka terima kebanyakan bullying verbal, merasa di remehkan, dikucilkan, dan tidak dianggap. Bahkan ada guru yang juga menyampaikan ada satu lembaga sekolah yang setiap tahun ajaran baru selalu saja ditinggalkan oleh salah satu guru. Setelah diselediki ternyata konon di sekolah tersebut ternjadi tindakan bullying yang cukup meresahkan, hingga beberapa guru yang memilih meninggalkan sekolah tersebut karena merasa tidak kuat menerima perlakuan yang buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline