Lihat ke Halaman Asli

Refleksi Wajah Desa Lama dan Desa Masa Kini

Diperbarui: 26 November 2017   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan Pemberdayaan Peningkatan masyarakat Sosialisasi Peran Serta dan Kesetaraan Gender

Desa wajah lama adalah desa dimana belum lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang mana desa pada saat itu masih menggunakan pola lama, baik dari hal perencaan, pelaksanaan serta pelaporan penggunaan dana nya. Sedangkan desa masa kini adalah desa yang telah menerapkan UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 memiliki konsep desa membangun, san ini juga di selarakan dengan salah satu nawa cita Presiden Republik Indonesia Jokowi yakni, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah desa dalam kerangka kesatuan. Karena dengan memberdayakan masyarakat desa maka kesatuan republik ini akan terbangun.

Sedikit saya ulas terkait desa wajah lama, istilah ini lahir karena sudah tidak asing lagi di telinga kita bahwasanya desa adalah kerajaan kecil yang ada di desa. Mengapa istilah demikian muncul? Karena desa wajah lama kerap kali kegiatan baik berupa perencaan dan pelaksanaan tergantung selera dari kepala desa, bukan berdasarkan musyawarah atau penggalian gagasan dari masyarakat sehingga desa pada saat itu, tergantung kerajaan di atasnya.

Sehingga, dengan demikian istilah raja kecil itu muncul sebagai julukan bagi kepala desa. Dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 sebenarnya adalah untuk memberdayakan masyarakatnya sehingga turut serta dalam hal pembangunan dan pelaksanaan kegiatan di desa, ini tidak lain hanya untuk membuat desa lebih mandiri dan berdaulat.

Undang-undang desa tidak lain bertujuan "Hendak mengangkat Desa pada posisi subjek yang terhormat dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal lain adalah bahwa pengaturan Desa akan menentukan format Desa yang tepat sesuai dengan konteks keragaman lokal. Penguatan kemandirian Desa melalui Undang-Undang tentang Desa sebenarnya juga menempatkan Desa sebagai subjek pemerintahan dan pembangunan yang betul-betul berangkat dari bawah (bottom up)".

Berangkat dari itu saya sebagai penulis menganalisa di wilayah dampingan saya setelah 3 (Tiga) Tahun berjalan UU Desa No. 6 Tahun 2014 sangat berhasil. Dimana desa saat ini sudah mulai transparan atau terbuka dalam pengelolaan perencaan dan pelaksanaan kegiatan baik yang bersumber dari Dana Desa dan sumber lainnya yang sudah di kemas dalam APBDesa.

Saat ini perencaan sudah melalui musyawarah dusun (Musdus) untuk bahan penggalian usulan dari lapisan masyarakat untuk mengetahui sebenarnya kebutuhan masyarakat. Sehingga kegiatan desa akan sangat bermanfaat bagi warganya. Dengan begitu kegiatan di desa akan memberdayakan masyarakatnya. Saya berkeyakinan jika program kegiatan baik yang berupa fisik dan non fisik berangkat dari keinginan masyarakat maka desa akan lebih maju dan mandiri.

Selain mengadakan Musdus, desa berupaya untuk mendengar kebutuhan masyarakat dengan cara saat mengambil beras prasejahtera mereka di wajibkan membawa usulan baik tertulis dan secara lisan yang penting usulan mereka masuk ke pemerintah desa, baru beras yang menjadi haknya di berikan oleh desa. Ini adalah satu cara untuk mendorong peran aktif masyarakat dalam mengawal desa dan mendorong keberanian masyarakat dalam memberikan masukan usulan kegiatan baik pemberdayaan dan pembangunan.

Setelah dilakukan musdus maka desa mengadakan musyawarah di level desa yang melibatkan banyak tokoh masyarakat dan BPD untuk melihat serta memberikan peringkengan atau menyaring usulan yang perioritas untuk di tetapkan sebagai kegiatan desa untuk ke depannya.

Dengan pola perencaan demikian maka desa sudah menunjukkan keberanian bahwa kegiatan desa bukanlah kegiatan yang lahir dari perencaan Kepala desa semata, namun terlahir bersama dengan BPD dan masyarakat. Ini adalah salah satu bentuk kemajuan desa pasca lahirnya UU Desa, jika boleh di istilahkan RKPDesa terlahir dari suara masyarakat dan suara masyarakat adalah suara tuhan.

Sehingga, dalam gagasan usulan yang diperioritaskan berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan keinginan, setiap masalah yang terdapat dalam masyarakat adalah kebutuhan mendasar dan perlu dianggarkan dalam kegiatan pemerintahan desa untuk menmyelesaikan masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline