Lihat ke Halaman Asli

SEPTIA HIDAYATIN

septia hidayatin

Tradisi Menjelang Ramadhan di Daerahku

Diperbarui: 3 Juni 2022   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bulan suci Ramadan adalah bulan yang amat ditunggu-tunggu oleh masyarakat muslim, karena pada bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah dan merupakan bulan di mana masyarakat muslim berbondong-bondong untuk mengumpulkan amal dan ibadah.

Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah "Sesungguhnya telah datang kepadamu Wulan yang penuh berkah Allah mewajibkan kamu berpuasa, karena dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu syaitan-syaitan, serta akan dijumpai suatu malam yang nilai lebih berharga dari 1000 Bulan, Barang siapa yang tidak berhasil memperoleh kebaikannya sungguh tiadalah ia akan mendapat itu untuk selama-lamanya "HR Ahmad, An-Nasa'I, dan Baihaqi).

Menjelang Ramadan, di tiap daerah banyak melakukan tradisi sesuai dengan daerahnya tersebut, di sini akan dibahas mengenai tradisi menjelang Ramadan di Kediri Jawa Timur. Kediri merupakan daerah yang terletak di provinsi Jawa Timur secara geografis Kediri berbatasan dengan Jombang, di sebelah utara Malang ,di sebelah timur Nganjuk, di bagian barat dan Blitar di bagian Selatan. Kediri ini juga dikenal dengan keberagaman budaya dan tradisi masyarakatnya Hal ini dikarenakan wilayah Kediri pernah menjadi bagian penting dan strategis dari berbagai kerajaan penting di pulau Jawa. Kebudayaan atau tradisi masyarakat Kediri yang terkenal dan masih dipegang Teguh hingga saat ini ialah tradisi megengan

Masyarakat Kediri sendiri telah melakukan tradisi ini dari tahun ke tahun yang mana tradisi ini disebut dengan Megengan atau menahan yang di maknai oleh warga Jawa Timur sebagai tradisi untuk menahan hawa nafsu sebagai persiapan menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini merupakan tradisi unik di bulan Ramadan di Indonesia yang umumnya ditandai dengan selamatan yang diadakan di masjid maupun mushola dan dihadiri oleh warga sekitarnya.

Bagaikan ini sendiri merupakan tradisi masyarakat Kediri yang menjadi fenomena keagamaan yang menarik terutama dari sudut pandang sosiologi agama dengan analisis teori fenomenologi. Tradisi megangan ini atau kebudayaan yang menjadi bagian penting dalam kehidupan bermasyarakat masyarakat Kediri karena tradisi ini bentuk ritual beragama yang menjadi ciri khas sekaligus sebagai pembeda kehidupan beragama masyarakat Kediri dengan masyarakat lainnya di daerah lain. Tradisi ini dikatakan sebagai tradisi yang langka karena di era sekarang perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi namun dalam tradisi ini berbagai perkembangan dan perubahan itu tidak mengubah dan mempengaruhi upacara atau tradisi megangan masyarakat Kediri dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Hal ini dikarenakan tradisi megengan mempunyai makna atau arti khusus bagi pelaku ritual, baik individu maupun kelompok sosial agama sekitar. Tradisi ini juga merupakan bentuk dari manifestasi dalam beragama. Masyarakat Kediri memaknai ritual atau tradisi megengan sebagai sarana untuk meyiarkan ajaran Islam ke masyarakat, terutama memperkenalka ajaran-ajaran Islam dan budaya atau tradisi kepada anak-anak. Berdasarkan proses tersebut wajar jika tradisi dan nilai-nilai Islam yang diajarkan oleh para leluhur terdahulu.

Tradisi ini pada dasarnya sebagai cara untuk mendoakan para leluhur keluarga atau nenek moyang yang telah berpulang kehadirat Allah SWT. Dalam tradisi ini doa kepada leluhur ini disimbolkan dengan makanan yang dinamakan "apem", jajanan yang berwarna putih yang mempunyai filosofi memintakan maaf kepada para leluhur agar mereka mendapatkan tempat yang baik dan dilimpahi berbagai kenikmatan di surga-Nya. Selain memintakan maaf kepada para leluhur, ritual tradisi megengan juga diharapkan sebagai sarana untuk memaafkan satu sama lain sehingga setiap individu akan mempunyai hati yang kembali bersih sebelum melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.

Untuk masyarakat di daerahku, yaitu Kediri megangan ini biasanya menjadi penanda bagi untuk melakukan persiapan khusus menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Di dalam megangan tersebut harus berisi pisang raja ,apem dan jajanan pasar lainnya. Hal ini tentu mengandung arti dibalik isi pegangan tersebut yang di mana atom yang berasal dari kata serapan 'afuan' yaitu pengampunan pisang raja diharapkan kita menjadi raja akan nafsu kita yaitu bukan sebagai budak nafsu dan yang terakhir jajan pasar sebagai ungkapan rasa syukur atas pemberian rezeki dan dibagikan kepada pedagang-pedagang lainnya.


Tradisi megengan ini juga mempunyai fungsi atau makna tersendiri bagi kehidupan masyarakat atau kelompok sosial agama. Tradisi ini sebagai upaya untuk meneguhkan persaudaraan dan kasih sayang. Tradisi ini juga berfungsi untuk mengingatkan satu sama lain, saling membagi dan memperbaharui kesadaran tentang makna keberagamaan di antara anggota kelompok sosial agama. Selain itu, tradisi atau ritual tersebut juga dapat memperbaharui kebaikan, meningkatkan ke saling pemilikan, dan meningkatkan rasa kesatuan sosial masyarakat agama sehingga mampu menciptakan kesadaran kebersamaan secara intensif dalam kelompok sosial agama.

Biasanya, sebelum melakukan tradisi megengan di masjid atau mushala, setiap keluarga menyiapkan beberapa "berkat" yang berupa makanan untuk dibawa ke masjid dan dijadikan sedekah. Terkadang Ibuku membuar nasi berkat tersebut sendiri kadang juga menitip orang untuk membuatkannya. Keluargaku sangat enak sekali karena mushola yang dibuat ada di depan rumah. Jadi sangat dekat untuk mengantarkan nasi berkat yang dibuat untuk sedekah.

Sedekah ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. atas karunia dan berbagai macam bentuk nikmat yang sudah diterima. Selain itu, ada beberapa keluarga yang menyiapkan semacam makanan dan minuman keseharian, seperti kopi, pisang, dan kue apem yang ditaruh di atas meja sebagai simbol penghormatan kepada roh para leluhur ketika pulang ke rumah. Berdasarkan data wawancara, simbol penghormatan ini dilakukan bukan untuk memuja roh para leluhur, tetapi sebagai bentuk rasa hormat dan harapan agar para leluhur keluarga merasa senang. Hal inilah yang menjadi makna spritualitas individu dalam melakukan tradisi megengan dalam menyambut bulan suci Ramadhan.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline