Lihat ke Halaman Asli

Reformasi Salah Jalan, Rakyat Ikut Tersesat

Diperbarui: 20 Juli 2016   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bila kita kembali kepada Sejarah Bangsa, bangsa kita pernah bersatu padu untuk hidup yang lebih baik yakni dengan mereformasikan diri sebagai bangsa yang utuh.

Reformasi yang berangkat dari keresahan bersama dan ketidakpuasan kolektif masyarakat, karena melihat kemerosotan Pemerintah dalam beberapa aspek yang menyentuh hajat hidup orang banyak, yang dilatarbelakangi Krisis yang melanda bangsa, tidak hanya Ekonomi tetapi juga Krisis Moral, Sosial, Politik, hingga Krisis Kepercayaan.

Akibatnya, Mei 1998, Presiden yang kala itu berkuasa selama 28 Tahun, Soeharto secara Eksplisit mengundurkan diri sebagai Presiden. Sehingga, Era Perubahan itu berganti dari era Orde Baru menjadi Era Reformasi.

Bak air di padang gurun, Bangsa kita kala itu yang haus akan perubahan membangun ekspektasi yang besar untuk perubahan besar melalui Reformasi.
Akibatnya, perubahan dan renovasi tatanan bernegara kita mulai terlihat, dimulai dari Kebebasan berpendapat dimuka umum, kita lebih dekat dengan sumber informasi, sistem perpolitikan lebih terbuka, pemilihan pejabat pemerintahan dilakukan secara langsung dan masih banyak lagi.

Namun dalam memaknai Reformasi, nampaknya pemangku kebijakan kita saat ini tidak bisa membedakan mana substansi mana bentuk. Karena secara substansial, agenda Reformasi yang sudah berjalan 18 tahun ini faktanya tidak sesuai dengan harapan, hal ini terjadi karena pondasi Reformasi kebangsaan yang dibangun dalam me-renovasikan bangsa tidak kokoh cenderung salah desain, sehingga sistem ketatanegaraan, produk hukum kita menjadi tumpang tindih yang berakibatkan lambannya perubahan, kalaupun ada itupun hanya sedikit.

Harapan yang dibangun, Reformasi bukan hanya sebatas terjadinya perubahan dan perbaikan bangsa tetapi harus lebih dari itu, yakni mendatangkan Kebaikan dan meningkatnya kualitas hidup.

Namun faktanya, dalam kerangka Reformasi yang dibentuk hanya sebatas permukaannya saja, tidak ada konsep yang kuat, goal yang jelas, langkah yang pasti, tidak mengakar dan kurang transformasi.

Reformasi yang dibangun harusnya bersumber dari hal yang sesungguhnya mendasar yakni kepribadian bangsa dan perilaku manusianya, sehingga hasil dari Reformasi dapat dirasakan efek kebermanfaatannya, bukan malah menimbul kerawanan.

Padahal bila kita telisik, kita surplus orang pintar dan orang cerdas namun kita justru krisis orang bijak dan orang peduli. Akibatnya, secara kasat mata Perilaku berbudaya bangsa malah semakin  mementingkan diri sendiri, semakin agresif, dan terjadi degradasi moral dan mental.

Sehingga, cita-cita Reformasi yang di gaungkan malah mengalami kemerosotan moralitas, persinggungan Sara, KKN, bahkan rasa memiliki sebagai masyarakat bernegara menjadi hilang.

Tidak hanya itu, Proses Reformasi malah terkesan jauh panggang dari api, efek domino dari lambannya agenda proses Reformasi yang tengah berjalan ini membuat restorasi perubahan tidak berjalan signifikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline