Lihat ke Halaman Asli

Eka Tanjung

Konsultan Wisata Eropa

Sukarelawan Kunci Sukses Sepakbola Belanda

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Training_01

http://sepakbolabelanda.com/wp-content/uploads/2015/01/Training_01.jpg

Pada kesempatan ini Eka Tanjung dari TanjungPro mencoba memaparkan peran kerja sukarela bagi perputaran roda kompetisi sepakbola Belanda.

Sebagai orang tua yang memiliki anak bermain bola di klub amatir di Belanda, Eka Tanjung banyak terlibat kegiatan sukarela di klub. Berdiskusi dan bertukar fikiran dengan sesama orang tua yang punya anak sebaya.  Aslam Hanif putra sulung kami kelahiran Desember 2001. Dia pernah juga bermain sepak bola di klub, namun baru bermain dua kompetisi dan memiliki banyak teman, Aslam sudah minta berhenti bermain sepak bola dan ingin pidah ke olah raga lain.

Pelatih Sukarela Selama dua tahun jadi anggota klub sc Buitenboys di Almere Buiten, dari usia 8 dan 9 tahun, Aslam berlatih dua kali seminggu. Selasa dan Kamis sore dia berlatih dengan Mike, ayah dari rekan timnya Aslam. Pelatih yang sabar dan selalu bersungguh-sungguh itu tidak mendapat bayaran satu peser pun. Ia melakukannya suka rela. Bayaran yang ia terima adalah senyum dan keceriaan anak-anak serta kursus dan training gratis pelatih di asosiasi sepak bola Belanda, KNVB.

Klub-klub sepak bola di Belanda, dijalankan oleh para orang tua atau wali pemain sendiri. Ribuan tugas kepengurusan dan pelaksanaan klub dilakukan berdasarkan sukarela. Di awal tahun, pada rapat umum tahunan membahas planning dan pembagian tugas di organisasi untuk setahun ke depan. Tugas melatih, mengantar anak-anak ke pertandingan away, menjadi hakim garis, wasit, tugas menjaga kantin, menyapu lapangan, menjadi penjual karcis, membuat undangan, administrasi dan masih banyak lainnya.

Polisi Bersihkan Sampah Ketika Aslam bermain di klub sc Buitenboys, Eka Tanjung pun kebagian tugas mengantarjemput empat pemain ke pertandingan tandang yang jaraknya bisa sampai 60km. Sering pula penulis menjadi wasit dan juga menjaga kantin serta membersihkan sampah. Walaupun awalnya merasa berat, untuk menjadi ‘sopir’ dan ‘penjual kantin’  tapi akhirnya menjalankan dengan senang. Sebab semua orang menjalankannya. Ortu teman Aslam yang profesinya Komisaris Polisi saja mau menyapu tempat parkir. Dokter ahli bedah saja terlihat mengecat pintu, mosok Eka Tanjung yang hanya orang biasa bersikap congkak.

Gotong Royong Dorongan motivasi juga muncul dari para pengurus yang nota bene juga kerja volunteers. Mereka kerjasa lebih banyak dan lebih sibuk mengurusi berbagaimacam kegiatan. Komunikasi dengan KNVB dll. Mereka merupakan contoh perilaku kerja suka rela yang baik. Walau hujan dan badaipun, pelatih-pelatih itu tetap saja tegar dan menjalankan pelatihan secara serius dan sungguh-sungguh kepada Aslam dan teman-temannya. Secara tidak langsung sikap itu memunculkan simpati dan tidak enak hati.

“Dia saja yang bukan bapaknya memberikan perhatian yang khusus pada anakku saat latihan, mosok aku cuman leyeh-leyeh santai di pantai aja,”

pikirku sehingga merasa tidak enak hati. Hubungan kami sesama ortu di sc Buitenboys itu begitu akrab sehingga, ketika kami menyatakan berhenti pun sejatinya berat. Harus pisah dengan kawan-kawan berbagi canda dan tawa. Sudah terlanjur senang masuk dalam komunitas orang tua yang mau Gotong Royong.

Tidak Suka Sepakbola Suatu ketika kami dikejutkan ungkapan Aslam. Dalam perbincangan makan pagi di hari Sabtu, yang secara tradisi di rumah kami adalah sarapan bersama dan berbincang tentang kegiatan masing-masing. Saya, istri dan anak-anak mendapat kesempatan untuk bertutur tentang kegiatan selama sepekan terakhir dan rencana ke depan. Saat itu Aslam mengutarakan ingin berhenti saja dari main sepak bola di sc Buitenboys. Awalnya saya sudah berprasangkan mungkin dia dibully oleh kawannya. Belum selesai Aslam menuturkan alasannya, saya sudah berrencana mengasah parang untuk ‘mencari biang keladinya.’ Setelah ditenangkan oleh ibunya, akhirnya kami mendengarkan alasannya. Ternyata Aslam sudah menyadari bahwa sepak bola tidak cocok untuknya.

Kembali ke soal sukarela di sepak bola. Eka Tanjung teringat slogan yang dipakai klub-klub sepak bola amatir yang jumlahnya 3600 di seluruh Belanda. Slogan ini menyangkut pentingnya peran kerja sukarela secara gotong royong untuk bahu membahu antara para anggota dan keluarga mereka.

Zonder vrijwilligers, geen vereniging. Zonder vereniging, geen voetbal… Tanpa sukarelawan, tidak ada organisasi. Tanpa organisasi, tidak ada sepakbola

Eka Tanjung melihat hal mendasar yang menjadi kunci keberhasilan sepak bola Belanda. Solidaritas dari parastakeholders yang membuat roda sepak bola di negeri ini bisa bergulir. Semua berkontribusi berdasarkan kemampuan masing-masing. Bukan ukuran besar-kecil sumbangannya, tetapi kebersamaan dan kepedulian yang ditunjukkan. Dan kepuasan batin yang dirasa dari hasil yang dicapai. Tahun 2015 ini sepakbola di kompetisi amatir dibantu oleh 400.000 sukarelawan dan sukarelawati. Di bawah ini tabel lengkap angka sepak bola Belanda.

Fakta Sepakbola Belanda (2015) Jumlah Jumlah Sukarelawan-wati 400.000 Jumlah anggota KNVB 1.209.413 Pemain Remaja Pria 538.591 Pemain Dewasa Pria 538.940 Pemain Remaja Putri 76.938 Pemain Dewasa Putri 50.550 Wasit klub 19.500 Wasit KNVB 6.046 klub Sepakbola 3.229 Jumlah Pertandingan perminggu 32.500 Jumlah tim sepakbola lapangan 60.457 Indonesia Bisa Saat ini di Indonesia yang mengalami kemunduran prestasi sepakbola, ada baiknya melihat aspek sukarela dan gotong royong nya. Kompetisi di daerah yang vacum, bisa dihidupkan kembali dengan kontribusi bersama. Orang tua yang terjun langsung menjadi wasit atau hakim garis. Guru olah raga yang kerja suka rela menjadi pelatih di sore hari. Puncak dari awal kebangkitan sepak bola Indonesia menurut Eka Tanjung adalah keterlibatan bapak bupati atau walikota yang turun langsung ke lapangan di barisan depan membersihkan sampah di jalan sekitar lapangan sepak bola. Satu tangan memegang keranjang sampah dan tangan lainnya memegang sapu. Kehebatan pak bupati itu, Insya Allah akan menular kepada para ortu lainnya yang selama ini merasa terlalu berharga untuk melakukan pekerjaan hina. Mereka lebih baik menyuruh orang untuk kerjabakti di klub daripada turun langsung. Bapak bupati saja turun ‘lapangan’  mosok kita leyeh-leyeh santai di pantai? Kalau itu terrealisasi, sepak bola Indonesia akan bangkit bersama geliat gotong royong, slogan mulia yang sejatinya berakar di Indonesia. Sukarelawan menjadi hal yang biasa dan menjadi ukuran kehidupan bermasyarakat.

Jangan tanyakan apa yang kau dapat dari klub bola, tapi tanyakan apa yang bisa kau berikat pada klub.

Penulis: Eka Tanjung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline