Perekonomian bangsa tidak akan berjalan jika tidak ada partisipasi dari berbagai pihak. Berbagai stakeholder, termasuk masyarakat di dalamnya, harus bersama-sama, bekerja sama dan berkolaborasi dalam menumbuhkan perekonomian bangsa.
Tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bangsa serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, haruslah dijadikan sebagai tujuan bersama yang harus dicapai bersama-sama. Berdikari dalam ekonomi, seperti yang disampaikan oleh Soekarno, harus menjadi pondasi dalam menumbuhkan perekonomian bangsa.
Berdikari, berdiri di bawah kaki sendiri, bukan berarti menjadi mandiri tanpa perlu bantuan dari pihak lain. Tapi menjadi diri sendiri dan mampu untuk berdaya dengan kemampuan sendiri dan tahu bahwa dirinya juga membutuhkan pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Terdapat unsur ketahanan dalam diri (self-resilience) untuk dapat berdikari. Berdikari berarti tahu kelebihan dan kekurangan diri dan berani untuk menghadapi tantangan tanpa menjadi orang lain.
Berdikari bukan berarti mengisolasi diri dari pengaruh luar tapi berstrategi dalam upaya mengikuti dinamika perkembangan zaman demi mencapai tujuan bersama, yaitu Indonesia yang makmur, sejahtera dan berkeadilan sosial.
Pergeseran paradigma dalam pembangunan ekonomi dunia dari yang sebelumnya berorientasi pada welfare menjadi well-being, menunjukkan adanya pergeseran pola pikir mengenai kesejahteraan dan kehidupan serta bagaimana cara mencapainya.
Soekarno, melalui konsep Trisakti-nya, telah lebih dulu mengutarakan tentang perlunya menjadi diri sendiri yang berdaya untuk berkembang, yaitu Berdikari dalam Ekonomi.
Salah satu contoh kasus bagaimana pengejawantahan Berdikari dalam Ekonomi di Indonesia dilakukan yaitu aktivitas agribisnis Pesantren Al-Ittifaq di Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Melalui usahanya tersebut, Pesantren Al-Ittifaq menjadi salah satu pesantren percontohan di Indonesia dan mendapatkan berbagai penghargaan termasuk dari Presiden RI.
Pesantren tersebut berdiri sejak 1934, dengan nama Pesantren Ciburial. Aktivitas agribisnis yang dilakukan oleh pesantren tersebut dimulai sejak dipimpin oleh Kiai Fuad Affandi pada tahun 1970-an (Soniaty, 2021). Komoditas utama yang dibudidayakan dan diperjualbelikan yaitu sayuran.
Berawal dari melihat potensi alam dimana pesantren tersebut berada, yang cocok untuk pertanian sayuran dan budaya pertanian yang sudah ada di masyarakat, Kiai Fuad memberanikan diri untuk bertani dan menjualnya sendiri.
Usahanya tersebut semakin berkembang ketika ia dan juga kelompok taninya, melakukan kerja sama dengan Koperasi Unit Desa Pasirjambu. Pada tahun 1993, pesantren tersebut membentuk koperasi yang dinamai Koperasi Al-Ittifaq dan mengubah nama pesantren dari Pesantren Ciburial menjadi Pesantren Al-Ittifaq.