Oke izinkan saya kali ini untuk berbicara tentang kasus Sumber Waras, meskipun saya tau kasus ini sudah banyak yang bahas, dari mulai media nasional sampai media kacangan yang hanya menyusun berita bedasarkan katanya. Apakah saya kredibel membicarakan ini? Saya katakana Ya.
Alasanya, kasus ini terkait dengan nilai tanah dan audit, dua bidang yang pernah saya pelajari. Selama 3 tahun saya dipersiapkan untuk menjadi penilai Pajak Bumi dan Bangunan, dan saat ini saya bekerja sebagai auditor pemerintah, cukup kredibel bukan?
Oke baik saya katakan BPK saat ini sedang bermain api. Ketika saya membaca ulasan lebih dari lima media yang bercerita tentang temuan BPK saya merasa heran, alasan penetapan kerugian negara yang dijadikan dasar perhitungan BPK sangatlah tidak kuat, dan sangat rawan untuk dipatahkan ketika kasus ini sudah sampai pengadilan. Hal yang lebih aneh lagi adalah, yang melaksanakan audit ini dipimpin langsung oleh pakar audit investigatif yang sudah mengesahkan mungkin puluhan atau bahkan ratusan prosedur teknis audit investigasi, tidak mungkin rasanya beliau tidak berfikir samapai kesana.
Kenapa lemah?
Seorang auditor kompetensinya adalah menilai kewajaran atas sebuah transaksi bukan menilai tanah, kalau menilai tanah ada profesi tersendiri yaitu appraisal atau penilai public yang sejak tahun 2000an sudah mulai berkembang di Indonesia. Baik harga penawaran yang dilakukan ciputra pada tahun 2013 maupun harga NJOP; yang katanya berbeda dengan yang digunakan oleh Pemda DKI Jakarta; tidak bisa dijadikan sebagai dasar penetapan kerugian negara. NJOP adalah Nilai Jual Objek Pajak yang biasanya harganya dibawah harga pasar, dan penetapanya biasanya secara masal atau berkelompok sesuai Zona Nilai Tanah (ZNT). Mau lebih mahal mau lebih, NJOP tidak bisa menjadi dasar baik oleh Pemda DKI untuk membeli lahan apalagi menjadi dasar penetapan kerugian negara, sangat riskan sekali.
Izinkan saya bercerita. Ketika saya melakukan audit perhitungan kerugian negara atas adanya dugaan kasus tipikor, dimana ada bangunan yang tidak diselelsaikan kontraktor sampai dengan waktu yang telah ditentukan sesuai kontrak, pada saat itu saya meminta bantuan orang yang kompeten di bidangnya; bisa itu dari instansi pemerintah seperti PU atau konsultan bangunan swasta yang independen; untuk menghitung berapa progres bangunan yang sudah tercapai. Setidaknya itulah yang diajarkan para senior saya yang levelnya masih jauh dari anggota BPK. Kenapa? Alasanya sangat sederhana karena kasus ini diharapkan dapat melangkah jauh hingga dapat menjebloskan pihak yang bersalah ke jeruji besi. Meskipun bangunan tersebut sangat sederhana dan rasanya anak SMK pun dapat menghitung berapa nilainya, tapi ketika sampai pengadilan argument kami akan patah jika kami melakukan perhitungan progress pembangunan itu sendiri. Alasanya karena kami tidak kompeten.
Sedikit saya bahas bahwa bukti audit investigasi itu haruslah REKOCU = relevant, kompeten dan cukup (dalam audit investigasi matrealitas diabaikan)
Seorang auditor bisa menunjuk asisten atau staf ahli baik dari internal maupun eksternal untuk memberikan bukti yang kompeten, semua auditor rasanya sudah tau ketentuan ini.
Balik lagi ke kasus Sumber Waras, saya heran kenapa dalam menetapkan kerugian negara, BPK tidak meminta Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai nilai tanah sumber waras, kenapa harus menggunakan NJOP atau harga penawaran oleh ciputra tahun 2013? Itulah masalahnya, jika BPK menggunakan jasa KJPP sudah kelar ini urusan, Ahok ga bakal bisa berkelit lagi jika memang benar ada kerugian negara, karena buktinya KOMPETEN.
Penilaian tanah bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan keahlian dan profesi khusus agar nilai yang dihasilkan itu valid. Beda tujuan akan beda nilai, seingat saya itulah apa yang diajarkan dosen saya ketika kuliah dulu, penilaian property untuk tujuan komersil sangat berbeda dengan penilaian untuk tujuan pajak.
Oke.. sekian