Lihat ke Halaman Asli

Sendy Ahmad Ghazali

Mahasiswa Sosiologi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenang Satu Masa Indah di Belakang: Kejadian Terbaik di Bulan September 2022

Diperbarui: 12 November 2022   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri 

Entah tanggal berapa tepatnya, mungkin sekitar 3 September 2022. Saat itu, salah satu kejadian terindah dalam hidupku terjadi; aku merasakan hangatnya sebuah keluarga, saat orang-orang berkumpul untuk menghiburku, menguatkan diriku yang sedang rapuh dan lesu. Keluarga yang kumaksud bernama UIN Bercerita, keluarga yang tak sedarah, tak sedaerah, tapi tetap bersatu karena mengejar satu arah yang sama.

            Alkisah waktu itu, di awal-awal bulan September 2022, aku berulang kali berkata pada Rivan, bahwa September ini aku akan membara. Aku akan melakukan berbagai macam hal yang saat itu begitu kutakuti; salah satunya, menyatakan perasaanku kepada gadis yang begitu kusukai. Aku tak berbohong padanya, di tanggal 1 September (kalau tak salah), aku menemui gadis itu tepat di depan kelasnya. Aku membawakan sebuah kado untuk merayakan ulang tahunnya (yang sudah lewat cukup lama), yang di dalamnya terdapat delapan halaman surat yang kutulis khusus untuknya.

            3 kata dalam satu nama, semuanya berakhiran A, kira-kira begitulah deskripsi yang bisa kubuat mengenai gadis itu. Tanggal 1 September adalah tanggal sakral yang telah kutetapkan; aku akan menyatakan perasaanku, lewat sebuah kado yang telah kupersiapkan jauh-jauh hari. Kado itu berisi sebuah novel berjudul "Countless Love", sebuah gantungan kunci berhias wajah gadis itu bersama teman-temannya, serta 8 halaman surat yang kubagi menjadi 3 seri.

Seri pertama dari kumpulan surat itu berjudul "Seperangkat Doa Untuk X", berisikan doa-doaku terkait penambahan usianya. Seri kedua berjudul "Sepenggal Kisah Untuk Y", berisikan pengalaman-pengalamanku, termasuk kedekatanku dengan perempuan lain, yang kuceritakan pada gadis itu lewat surat yang terlampir di dalam kado. Terdengar gila, tapi begitulah adanya. Seri ketiga dari rangkaian surat itu berjudul "Surat Cinta Untuk Z", yang dari judulnya saja sudah bisa membuat orang-orang sadar, terkait apa isi dari surat itu.

Alkisah setelah kejadian itu, kepalaku tertunduk lesu. 3 masalah menghantam diriku dalam waktu yang bersamaan. Tak ada jawaban positif untuk surat-suratku. Setelah itu, aku berkonflik dengan salah seorang teman dekatku. Lalu, sebagai penyempurna mendungnya suasana hatiku, aku secara tak sengaja menyakiti hati seorang gadis yang begitu baik padaku, hanya karena satu masalah sepele; yaitu perihal peminjaman buku.

Aku datang ke sebuah kafe dengan dua lantai pada malam hari itu. Di belakangku, ada Annastasya dan Melisa yang menumpang di motor hijauku (yang sebenarnya merupakan motor pinjaman). Aku menjemput mereka berdua di depan indekos Melisa, lokasinya tak jauh dari FISIP UIN Jakarta. Setelahnya, kami berangkat untuk mengikuti acara kumpul-kumpul Tim di Balik Layar UIN Bercerita.

Keadaanku begitu lesu, tak banyak yang kukatakan pada waktu itu. Bahkan, aku juga tak begitu menggubris pertanyaan-pertanyaan dari Annastasya, yang tampaknya mencoba untuk mengakrabkan diri denganku. Mohon maaf, Nas, energiku terkuras habis, untuk berbicarapun rasanya aku tak mampu. Setibanya di kafe, di tempat acara itu dilangsungkan, kami berjumpa dengan dua orang anggota UIN Bercerita lainnya; mereka adalah Wardhana dan Musim Semi.

******

11 NOVEMBER 2022

            Dilihat dari struktur angkanya, hari ini memang begitu cantik; ia dinotasikan sebagai 11/11/22. Aku malah melihatnya sebagai 11+11=22. Oh iya, kata-kataku tadi tak ada maknanya, jadi lupakan saja.

            Hari ini, aku sempat bertemu dengan Nurtia, Renalita, Rojali, dan Almatin di kampusku, dengan tujuan untuk membahas tugas kelompok kami pada mata kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bicara soal tugas, sebenarnya itu juga alasanku untuk menulis kisah ini. Aku merasa energiku terkuras habis, waktuku terpotong begitu banyak, hanya karena satu hal; yaitu tugas-tugas dari kampus. Tugas yang kudapatkan menurut perspektifku relatif banyak, ini sedikit menyulitkanku untuk mengatur waktu dan menyeimbangkan kehidupanku. Meski begitu, aku masih punya waktu untuk diriku sendiri, waktu yang bisa kunikmati sebelum menghadapi tugas-tugas sialan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline