Lihat ke Halaman Asli

Sendi Suwantoro

Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Ikat Cincin atau Ikat Buku? Dilema Rara di Ujung Kelulusan

Diperbarui: 2 Februari 2024   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/photos/pasangan-pernikahan-taman-443600/

Rara meremas ujung toga wisudanya, kain halus itu terasa kasar di telapak tangannya yang dingin. Hari kelulusan seharusnya menjadi momen bahagia, tapi bagi Rara, hari ini justru dipenuhi dengan dilema. Di tangan kirinya, tergenggam undangan pernikahan dengan tinta emas mengkilap, sedangkan di tangan kanannya, ijazah S1 dengan segel resmi universitas. 

Sejak kecil, Rara selalu bermimpi menjadi desainer interior. Mimpi itu digenggam erat sepanjang masa kuliahnya, bahkan dia rela bekerja paruh waktu demi meringankan beban orang tua. Kini, mimpinya terwujud dalam bentuk gelar sarjana. Namun, bersamaan dengan kebanggaan itu, datang pula pinangan Arga, sahabat sekaligus cinta pertamanya. Arga, sosok stabil dengan usaha butik yang mulai mapan, menawarkan kehidupan nyaman dan masa depan yang pasti.

"Nikahlah denganku, Rara," pinta Arga kemarin malam, suaranya lembut nan meyakinkan. "Bersamaku, kamu tidak perlu bersusah payah lagi. Kita bisa langsung bangun rumah tangga dan wujudkan impianmu membuka studio desain."

Rasa hati Rara terombang-ambing. Tawaran Arga menggiurkan, apalagi melihat perjuangan kedua orang tuanya yang tak kenal lelah demi membiayai kuliahnya. Menikah dengan Arga berarti meringankan beban mereka, dan dia bisa langsung fokus mewujudkan mimpinya tanpa perlu pusing mencari pekerjaan.

Tapi, bisikan ambisi dalam dirinya tak bisa dibungkam begitu saja. Bertahun-tahun dia berjuang, menahan lelah dan penat demi meraih gelar sarjana. Apakah semua itu akan sia-sia jika dia langsung melepas titelnya menjadi "Ny. Arga"?

Hari berganti hari, dilema Rara semakin pelik. Dia berkonsultasi dengan teman-teman, keluarga, bahkan dosen pembimbingnya. Namun, tak ada satupun yang bisa memberikan jawaban pasti. Keputusan ada di tangannya sendiri.

Sampai suatu malam, ketika sedang merapikan ruang kerja kecilnya, mata Rara terjatuh pada papan impiannya yang sudah berdebu. Papan itu dipenuhi gambar sketsa desain dan tulisan-tulisan penuh semangat tentang masa depan. Di pojok bawah, tertulis kalimat yang dulu sering dia ucapkan untuk memotivasi diri, "Jangan pernah lelah bermimpi dan berjuang, Rara. Suatu hari, impianmu akan menjadi kenyataan."

Seketika, hatinya memanas. Dia tersadar bahwa mimpinya bukan hanya sekedar gelar, tapi juga tentang pengalaman, pencapaian, dan kebebasan berkarya. Menikah dengan Arga mungkin membahagiakan, tapi apakah dia rela mengubur mimpinya sendiri?

Dengan tangan gemetar, Rara meraih ponselnya dan menghubungi Arga. Suaranya bergetar ketika mengatakan keputusan yang berat, "Maaf, Arga. Aku belum siap menikah. Aku ingin mengejar mimpiku dulu."

Arga terdiam beberapa saat, lalu berkata pelan, "Aku mengerti, Rara. Meskipun berat, aku akan mendukungmu apapun keputusanmu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline