[caption id="attachment_216683" align="aligncenter" width="300" caption="Markas AFC di Kuala Lumpur, Malaysia"][/caption] Terlalu rumit jika harus memulai sebuah diskusi serta mengulasnya diruntut dari keabsahan Kongres II Bali maupun KLB Solo. Bukan rahasia umum lagi segala pekerjaan dapur pejabat sepakbola kita digeber habis-habisan di twitter & group facebook. Sebelum membahas tentang STATUTA, Kekuatan sebuah Kongres PSSI, Peraturan Organisasi PSSI, dan yang baru baru ini UU SKN meletup sebagai tranding topic tameng pemerintah menjalankan tugasnya untuk menyelesaikan Konflik-Kisruh sepakbola bangsa ini.
Negara Indonesia adalah negara hukum, jelas tercantum secara gamblang di Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Lalu kemudian jika dikaitkan dengan kejadian kisruh PSSI ini dapat ditelaah, dipilah sesuai "yuridiksi" maksud keabsahan sebuah aturan atau ketentuan yang melandasinya. Sebagai Federasi yang teroganisir dan tersistem dengan baik, FIFA telah menyerahkan kisruh PSSI sebagai problematik regional Asia yaitu AFC. Masih ingatkah Task Force AFC akhirnya membentuk "panitia bersama" (Joint Committe) yang BERLANDASKAN atas KESEPAKATAN (MoU). Cukup! Harusnya masalah tidak melebar luas dan kembali ke jaman bahula yang tak tentu arahnya. Dengan Kesepakatan / MoU JC yang dengan "Sadar,Tanpa paksaan/tekanan" pada waktu itu harusnya KOMIT untuk segera menjalankan tugas sesuai isi Perjanjian mereka (MoU). ini adalah hasil Perjanjian Kesepakatan (MoU) antara PSSI-KPSI di Malaysia.
1.Rekonsiliasi Liga Profesional
- JC sepakat untuk menetapkan batas waktu unifikasi liga profesional pada 2014. Musim kompetisi 2013 dianggap sebagai fase pra-kualifikasi yang memperbolehkan IPL dan ISL bergulir secara paralel. Mengenai detail format dan teknis dari proses unifikasi diserahkan kepada 2 anggota JC, yaitu Joko Driyono dan Widjajanto
2.Pengembalian 4 Komite Eksekutif
- Joint Committee bersepakat mengembalikan posisi 4 Komite Eksekutif yang telah dipecat oleh Komite Etik PSSI kepada kedudukannya semula. JC meminta Sekjen PSSI, Halim Mahfudz untuk merumuskan prosedur pengembalian 4 Komite Eksekutif dan melaporkannya segera kepada JC dan AFC Task Force for Indonesia
3.Tim Nasional Indonesia
- AFC Task Force for Indonesia menegaskan bahwa AFC dan FIFA hanya mengakui 1 Tim Nasional di bawah kendali PSSI. AFC meminta supaya JC membantu mengharmoniskan Tim Nasional Indonesia sehingga terbangun tim yang tangguh untuk berkompetisi di level internasional
4.Revisi Statua PSSI
- JC menunjuk badan pekerja sendiri yang dianggotai oleh Saleh Ismail Mukadar dan Catur Agus Saptono dari PSSI, dan Hinca Panjaitan dan Togar Manahan Nero dari KPSI untuk merumuskan revisi statuta PSSI.
Badan pekerja ini memiliki tugas melaporkan progres hasil kerjanya kepada JC dan menyampaikannya dalam Kongres PSSI untuk memperoleh pengesahan revisi Statuta PSSI
5.Kongres PSSI
- JC sepakat menyelenggarakan Kongres PSSI sebelum akhir tahun 2012 sebagaimana diamanatkan dalam MOU. PSSI melalui Sekretaris Jenderal diminta untuk menyiapkan teknis penyelenggaraan kongres kepada JC. Agenda kongres akan dikonsultasikan untuk memperoleh persetujuan AFC dan FIFA.
Kelima poin MoU itu akhirnya tak satupun TEREALIASI sesuai isi Kesepakatan oleh kedua belah Pihak (KPSI-PSSI) yang lagi-lagi hingga Deadline FIFA dengan sanksi pembekuan (Banned) federasi PSSI. Jika benar demikian, dalam "kebiasaan" praktik hukum di negeri ini harusnya setiap Perjanjian Kesepakatan (MoU) seperti itu wajib mencantumkan hal / ketentuan lain yang mengatur dalam Pasal penutup tentang ketidakmampuan Para Pihak untuk melaksanakan isi Perjanjian, dalam hal ini MoU Malaysia tersebut.
Fakta yang terjadi, tidak demikian malah justru saling menuduh tidak konsekuen dengan MoU tersebut, dan IRONISNYA Para Pihak yang menandatangani MoU itu mengundurkan diri satu persatu. Apabila faham tentang hakikat Negara Hukum yang taat, semestinya MoU tidak dengan sendirinya Batal Demi Hukum dan bila benar Pemerintah berniat untuk menyelesaikan Konflik ini Tidak PERLU menggunakan ketentuan UU SKN untuk menunjukkan kewenangannya sebagai Penguasa yang berhak. Terlalu dibesarkan agar pandangan bangsa ini terbelok pada sebuah sistem hukum, padahal sebagai Departemen Olahraga & Pemuda di Kepmenpora dapat mengambil kebijakan yang DAHULU pernah dilakukan dengan membentuk Komite Normalisasi.
Entah, apa yang ada dalam benak para birokrat itu akhirnya munculah UU No. 3 Tahun 2005 - SKN sebagai landasan dasar Pemerintah c.q Kepmenpora untuk mengambil alih penyelesain Konflik ini. Banyak penyimpangan yang terjadi, yang awam dianggap buta tentang hukum, seakan-akan isi pasal UU No. 3 Tahun 2005 - SKN adalah segalanya bagi Kepmenpora. Hilang sudah pembahsan tentang MoU, Kepmenpora membentuk Task Force dengan dalih sebagai penjembatan/mediator serta fasilitator untuk penyelesaian sengketa Cabang Olahraga Sepakbola.
Bagi kami, angin segar kembali meniup sanubari tapi apa daya Task Force Pemerintah tak menggaung sama sekali, malah seoalah-olah lebih condong ke kubu KPSI. Kerja Task Force yang tak jelas bagai buah simalakama bagi PSSI yang harus segera mengadakan Kongres sesuai jadwal & datable FIFA. Semakin Runyam, PSSI tidak ingin sanksi menghampiri disisi lain KPSI dengan syahwatnya ingin menduduki Kantor PSSI, sedang Task Force hanya berargumen diantara Pasal UU No. 3 Tahun 2005 - SKN Tak ada titik temu, jika lalu dibahas mengenai kekuatan sebuah aturan akan dapat menghabiskan waktu yang sia-sia melihat dissenting opinion (pendapat berbeda) para pakar hukum di negeri ini. Sebuah Organisasi tidak dapat dilakukan intervensi hukum oleh sebuah Pemerintahan, kecuali ada hal-hal yang bertentangan dengan Konstitusi (UUD'45) atau peraturan perundang-undangan yang lain yang mengatur hal tersebut. Karena Yuridiksinya, PSSI mempunyai "AD-ART" yaitu STATUTA yang diadobsi dari STATUTA FIFA. Sesuai dengan hal itu, tercantumlah bagaimana "Hidup" sebuah federasi PSSI. Dari Pembentukan sampai dengan Pembubaran telah tertuang jelas dalam STATUTA PSSI. Dalam setiap tahun, federasi wajib mengadakan Kongres dalam evaluasi kinerja maupun perombakan planning lain (sesuai agenda). Ada bermacam-macam Kongres & aturannya, dan perlu diingat pula STATUTA selalu ada Revisi setiap perubahan yang disepakati dalam Kongres. Exco (Excutive Committe) bertugas seperti Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu merancang sebuah Peraturan Organisasi PSSI sesuai amanah Kongres dan STATUTA. Ribet? Tentu, jika kita telisik satu persatu akan semakin buram adanya dan tidak semudah yang diucapkan para birokrat dengan bangganya. Sistematis Organisasi tidak pernah bisa diganggu gugat, apalagi ada Federasi Dunia yang menaunginya. Ambil contoh, Indonesia sebagai bagian dari Anggota PBB maka semua tentang kesepakatan dan Keputusan yang diambil, bangsa ini harus mematuhinya, sama halnya dengan FIFA kepada PSSI. Oke! STATUTA, tapi kan sudah di Revisi tolong agar hendaknya bisa lebih update, karena STATUTA terkhir adalah STATUTA PSSI 2012 "yang berlaku". Jika sebuah Kongres itu "Bertentangan" dengan STATUTA maka hasil Kongres itu tidak dapat dijadikan Acuan/Dasar/Landasan EXCO untuk membuat PO-PSSI karena adanya perubahan mendasar tentang sistem sepakbola yang mandiri dan profit oriented. UU 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional bersifat umum untuk seluruh Cabang Olahraga. Di Pasal 86 jelas tertulis, dapat dikutip "..jika ada Pihak yang menyelenggarakan Cabang olahraga tertentu tidak mendapatkan ijin dari Cab.Olahraga Induk Organisasi maka akan dikenakan Sanksi Pidana Penjara 2 Tahun atau Denda 1 Miliyar rupiah". Jika sudah ditetapkan, penggabungan liga/unifikasi di tahun 2014, stidaknya Klub Anggota harus memverifikasi secara faktual dalam sebuah Kongres. Tapi momen wajib itu terlewat, lalu apa yang diperdebatkan lagi sampai harus memunculkan issue membentuk Timnas tandingan III. Lelucon bangsa yang bodoh jika Pemerintah benar melakukannya, hanya Pecundang pengkhianat bangsa tidak pernah menghargai Perjuangan Pahlawan. Catatan kami sepanjang perjalanan konflik dapat disimpulkan, bahwa sesungguhnya apa yang problematik yang complicated ini terjadi hanya kurang sadar dan mampunya para pemimpin disana. Memang tak munafik, satu-satunya yang dipermasalahkan adalah berujung pada materi belaka. ABPN/APBD seperti gadis manis perawan yang dielukan, naif jika tak tertarik padanya. Hanya saja, perlu kematian untuk sebuah perjuangan dalam Perubahan. Wassalam, Sektor23
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H