Lihat ke Halaman Asli

Senalda DefaViani

Universitas Indonesia

Dilema Penghapusan Pendidikan Keperawatan Jenjang D-3

Diperbarui: 20 April 2021   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perawat lulusan pendidikan keperawatan jenjang D-3 (Sumber : luis melendez via unsplash.com)

Tenaga kesehatan khususnya perawat memiliki faktor penting dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh institusi kesehatan serta peningkatan status kesehatan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan perawat yang kompeten dan berdedikasi dalam jumlah dan sebaran yang baik agar dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. 

Pendidikan keperawatan pun telah mengalami peningkatan kualitas dari waktu ke waktu demi terciptanya lulusan keperawatan yang handal dan professional. 

Namun seperti buah simalakama dimana ketika satu sisi mengalami peningkatan ada sisi lain yang mau tidak mau menjadi resiko yang harus diambil. Hal ini berkaitan dengan pelaksanan program pendidikan S1 Keperawatan sebagai pendidikan lanjut tingkat diploma. 

Dimana  program S1 ini sebenarnya memiliki fokus pembelajaran yang berbeda dengan program D-3, namun pada praktik kerjanya sering mengalami ranah keabu-abuan dan kurang jelasnya batasan-batasan dalam praktik keperawatan yang akhirnya memunculkan stigma pada masyarakat mengapa jenjang D-3 ini tidak dihapuskan saja dan berfokus pada S1 Keperawatan.

Berdasarkan UU No 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan Bab III Pendidikan Tinggi Keperawatan Pasal 9 Ayat 2 bentuk-bentuk institusi pendidikan perawat adalah universitas, politeknik atau akademi, sekolah tinggi, dan institusi lainnya. 

Bentuk-bentuk institusi pendidikan keperawatan ini menciptakan perawat dengan jenjang diploma, sarjana, ners, spesialis, magister, dan doktor. 

Hal ini menunjukkan bahwa jenjang D-3 keperawatan merupakan jenjang pendidikan keperawatan yang sah, yang pelaksanaannya sudah diatur dalam undang-undang dan keputusan menteri kesehatan dan ditetapkan sebagai pendidikan vokasi paling rendah sesuai dengan UU No 38 Tahun 2014 pasal 6 ayat 2.

Dalam proses pembelajarannya program vokasi lebih menekankan pada praktik lapangan, sedangkan program sarjana lebih kepada pemahaman teori, dimana nantinya mereka perlu menempuh pendidikan profesi yang menitikberatkan pada pengalaman belajar praktikum klinik / pengalaman klinik dan pratikum lapangan / pengalaman praktik lapangan. 

Hal ini seharusnya relevan dengan ranah kerja yang mereka miliki sesuai dengan pemaparan Prof.Dr. Ratna Sitorus, SKp.M.App.Sc dalam kuliah umum kelas Profesionalisme dalam Keperawatan kelas D dimana beliau menjelaskan bahwa:

Perawat lulusan D3 atau disebut dengan perawat vokasi berperan sebagai perawat pelaksana atau praktisi dan berfokus membantu perawat professional memenuhi 14 kebutuhan dasar klien, sedangkan perawat lulusan profesi memiliki kewenangan untuk membuat diagnosis asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien serta menjalankan apa yang telah direncanakan pada diagnosis keperawatan tersebut.

Selain itu berdasarkan International Council of Nurses perbedaan utama kompetensi perawat berdasarkan jenjangnya adalah bahwa Perawat Vokasional menggunakan keterampilan penyelesaian masalah untuk memandu praktik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline