Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025 merupakan langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Meski bertujuan mendukung pembangunan, kebijakan ini memunculkan berbagai kekhawatiran terkait dampaknya terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.
Tujuan dan Manfaat
Kenaikan PPN diproyeksikan dapat meningkatkan pendapatan negara yang diperlukan untuk pembiayaan proyek-proyek prioritas, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan penerimaan tambahan, pemerintah diharapkan dapat mempercepat pembangunan fasilitas umum yang mendukung kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh (Tirto.id, 2024).
Selain itu, langkah ini menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan pemerataan sistem pajak. Di tengah kebutuhan anggaran yang terus meningkat, kebijakan ini dinilai strategis untuk menjaga stabilitas fiskal negara (CNBC Indonesia, 2024).
Dampak terhadap Masyarakat
Namun, efek sampingnya cukup signifikan. Harga barang dan jasa yang dikenakan PPN akan mengalami kenaikan, memicu inflasi yang dapat mengurangi daya beli masyarakat. Kelompok berpenghasilan rendah paling terdampak, karena kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan jasa esensial menjadi beban tambahan (Katadata, 2024).
Dalam jangka pendek, konsumsi rumah tangga kemungkinan akan menurun akibat perubahan pola belanja. Masyarakat mungkin lebih selektif dalam mengatur anggaran rumah tangga, memprioritaskan kebutuhan primer, sementara barang sekunder dan tersier berpotensi diabaikan (Badan Kebijakan Fiskal, 2023).
Tantangan bagi Dunia Usaha
Bisnis kecil dan menengah (UKM) menjadi sektor yang rentan terhadap kenaikan ini. Margin keuntungan yang sempit membuat mereka sulit menyesuaikan harga tanpa kehilangan pelanggan. Sementara itu, sektor otomotif dan elektronik, yang sangat tergantung pada daya beli konsumen, juga diperkirakan akan terpukul (Tirto.id, 2024).
Bagi sektor manufaktur, kenaikan PPN meningkatkan biaya produksi dan distribusi, yang pada akhirnya dibebankan ke konsumen. Banyak perusahaan harus memutar otak untuk menjaga daya saing produk mereka di pasar domestik maupun internasional.
Langkah Mitigasi
Pemerintah harus memastikan bahwa dampak kebijakan ini dapat diminimalkan. Subsidi untuk barang kebutuhan pokok dan insentif pajak bagi sektor-sektor yang terdampak berat bisa menjadi solusi yang efektif. Selain itu, edukasi masyarakat tentang pengelolaan keuangan perlu digalakkan agar mereka lebih siap menghadapi kenaikan harga (CNBC Indonesia, 2024).
Transparansi dalam penggunaan dana hasil kenaikan PPN sangat penting. Pemerintah perlu menunjukkan bahwa pendapatan tambahan ini digunakan secara efisien dan berdampak langsung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Kesimpulan
Kenaikan PPN menjadi 12% adalah kebijakan dengan potensi manfaat besar bagi fiskal negara, namun juga membawa tantangan serius bagi masyarakat dan dunia usaha. Implementasi yang hati-hati dan langkah mitigasi yang tepat akan menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.
Daftar Referensi
• Badan Kebijakan Fiskal. (2023). Analisis Kebijakan Pajak 2025. Jakarta: Kementerian Keuangan.
• CNBC Indonesia. (2024). PPN 12 Persen dan Implikasinya Bagi Konsumsi. [Online]. Tersedia di: https://www.cnbcindonesia.com. [Diakses pada 7 Desember 2024].
• Katadata. (2024). Kenaikan PPN, Inflasi, dan Beban Rakyat Kecil. Jakarta: Katadata Insight Center.
• Tirto.id. (2024). Dampak Kenaikan PPN 12 Persen dan Sektor yang Terkena Imbasnya. [Online]. Tersedia di: https://www.tirto.id. [Diakses pada 7 Desember 2024].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H